Dua Puluh Empat Jam dalam Kehidupan
Seorang Muslim
Harun Yahya
Semua terjemahaman Alquran
berasal dari Tafsir Alquranul Karim
Departemen Agama Republik
Indonesia
Alih Bahasa: Rina S. Marzuki
Editor: Yelvi Andri Z.
www.harunyahya.com
Daftar Isi
Pendahuluan
Dua Puluh Empat Jam
dalam Kehidupan Seorang
Muslim Menurut Ajaran
Al Qur'an
Bangun di Pagi Hari
Kebersihan
Berpakaian
Sarapan
Dalam Perjalanan
Di Tempat Kerja
Berbelanja
Olahraga dan Latihan
Fisik
Berdoa
Berangkat Tidur di
Malam Hari
Pola Pikir Qur’ani
Seorang Beriman
Sikap terhadap Keluarga
dan Teman
Sikap terhadap Nikmat
Sikap terhadap
Keindahan
Tanggapan terhadap
kejadian yang tampak buruk
Sikap Selama Sakit
Sikap yang Ditunjukkan
dalam Kesulitan dan Tekanan
Sifat Unggul dan Khas
Milik Orang Beriman
Kewaspadaan terhadap
Godaan Setan
Pengertian, Tenggang
Rasa dan Memaafkan
Sabar
Perkataan yang Baik
Kepedulian
Keramahan
Damai dan Saling
Menghormati
Menghindari Amarah dan
Perselisihan
Tidak Mementingkan Diri
Sendiri
Menghindari Curiga dan
Gunjingan
Menghindari Hinaan
Pengorbanan diri
sendiri
Bertindak adil
Kejujuran
Penutup
Pendahuluan
Dalam Al Qur’an, Allah langsung menjawab semua pertanyaan
yang jawabannya dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memberikan
pemecahan yang sempurna dan paling masuk akal untuk semua masalah yang muncul.
Seperti firman Allah pada ayat kedua surat Al Baqarah, " Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa." Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah
telah menjelaskan segalanya dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf, 12:111)
… Dan Kami turunkan kepadamu
Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89)
Orang yang beriman mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan Al Qur’an dan
berjuang untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap hari apa yang telah dia
baca dan pelajari dari ayat-ayat Al Qur’an. Dalam segala perbuatannya sejak
bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari, dia berniat untuk berpikir,
berbicara, dan bertindak berdasarkan ajaran Al Qur’an. Allah menunjukkan dalam
Al Qur’an bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri utama seluruh kehidupan
orang beriman.
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am, 6:162)
Tetapi ada orang yang berpikir bahwa agama hanyalah
meliputi ritual yang terbatas pada waktu-waktu tertentu—bahwa hidup hanya
terdiri atas waktu sholat dan waktu lainnya. Mereka memikirkan Allah dan hidup
setelah mati hanya di saat mereka berdoa, berpuasa, bersedekah, atau naik haji
ke Mekah. Di waktu lain mereka tenggelam dalam urusan dunia. Hidup di dunia ini
bagi mereka adalah perjuangan tanpa arah yang jelas. Orang semacam itu hampir
memisahkan diri dari Al Qur’an sepenuhnya dan memiliki tujuan sendiri dalam
hidup, pemahaman sendiri mengenai akhlak, pandangan sendiri mengenai dunia dan
pedoman nilainya. Mereka tidak mengerti apa arti ajaran Al Qur’an sebenarnya.
Seseorang yang melaksanakan ajaran Al Qur’an dan
mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup tentu akan menjalani
hidup yang sangat berbeda dengan orang yang bermental seperti kita sebutkan
tadi. Orang ini tidak akan lupa bahwa dia adalah bagian dari takdir yang Allah
telah tetapkan atasnya dan akan menjalani hidupnya dengan percaya dan berserah
diri pada-Nya. Dengan demikian, dia akan tahu bahwa dia tidak perlu khawatir,
sedih, takut, resah, pesimis atau tertekan; atau dikuasi oleh kepanikan pada
saat kesulitan menghadang. Dia akan menghadapi semua yang datang kepadanya
dengan cara yang Allah tunjukkan dan izinkan. Semua perkataan, keputusan, dan
tindakannya menunjukkan bahwa dia hidup sesuai dengan Sunnah yang merupakan
kerangka pengamalan dari ajaran Al Qur’an. Baik di saat sedang berjalan,
menyantap hidangan, pergi ke sekolah, menuntut ilmu, bekerja, berolah raga,
mengobrol, menonton televisi, atau mendengarkan musik, dia sadar bahwa dia
bertanggung jawab menjalankan hidupnya sesuai dengan rida Allah. Dia
menyelesaikan semua urusan sesuai amanat yang diembannya dengan sebaik-baiknya,
sekaligus berpikir bagaimana meraih rida Allah dalam urusan yang dikerjakannya.
Dia tidak pernah bertindak dengan cara yang tidak diperkenankan oleh Al Qur’an
dan berlawanan dengan Sunnah.
Hidup dengan nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan
mengamalkan perintah dan nasihat yang diberikan oleh Al Qur’an pada segala segi
kehidupan. Hal demikian dan pelaksanaan Sunnah adalah satu-satunya cara agar
manusia mampu mencapai hasil terbaik dan yang paling membahagiakan di dunia dan
akhirat. Tuhan berfirman dalam Al Qur’an bahwa seseorang dapat mencapai
kehidupan yang terbaik dengan melakukan amal saleh:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97)
Dengan kehendak Allah, menjalani hidup sesuai ajaran Al
Qur’an dan Sunnah akan membuat seseorang mampu mengembangkan sebuah pemahaman
yang luas, kecerdasan yang unggul, kemampuan untuk membedakan antara yang benar
dan yang salah, dan kemampuan untuk mempertimbangkan sebuah urusan secara
mendalam. Karakteristik ini akan menjamin seseorang yang memilikinya akan
menjalani setiap saat dalam hidupnya dengan kemudahan yang bersumber dari
kelebihan tersebut. Seseorang yang menjalani hidupnya dengan berserah diri
kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Al Qur’an akan sepenuhnya berbeda dengan
orang lain dalam hal cara bertindak, duduk dan berjalan, dalam sudut pandangnya
dan dalam cara menjelaskan serta menafsirkan sesuatu, juga dalam pemecahan yang
ia temukan atas persoalan yang dihadapinya.
Buku ini akan menelaah hal-hal yang dilakukan dan
kejadian yang dihadapi oleh manusia hampir setiap hari dalam kehidupan dari
sudut pandang seorang Muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Buku
ini akan menunjukkan bagaimana seorang muslim harus menyikapi berbagai kejadian
sehari-hari dan situasi yang dihadapinya. Ada dua tujuan dari buku ini: untuk
memberikan gagasan mengenai hidup yang baik yang dapat dimiliki berkat ajaran
Al Qur’an, dan untuk mengajak semua orang ke dalam hidup yang lebih baik
melalui ajaran ini. Sudah pasti bahwa hanya ajaran Al Qur’an yang mampu membuat
seseorang menjalani hidupnya setiap jam dalam setiap hari, dan setiap saat
dalam hidupnya dalam suasana surgawi, lingkungan damai yang jauh dari tekanan,
keresahan, dan kekhawatiran di dunia ini.
Bab 1
DUA PULUH EMPAT JAM DALAM
KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Bangun di Pagi Hari
Salah satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang
menjalani hidupnya menurut ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah
adalah: kearifan yang dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani
dan teguh dalam kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah
karya Harun Yahya: True Wisdom Described
in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman segera menyadari alasan
di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak bertuhan dan mereka yang tak
mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa
ada (seperti yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap
pengalaman yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa Arab) diberikan untuk
kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti nyata akan keberadaan,
keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga
merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang
hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal
ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya
iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat
mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190
Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS.
Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al
Qur’an, setiap hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang
menuntun kepada iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan
salah satu nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman
yang perlu direnungkan. Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam
dan semua yang dapat dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa
mimpi yang tidak jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur
tanpa berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang
dia pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah
menerangkan dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka
tertidur.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang
kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari
untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah
kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan
(QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada
saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan untuk
kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah kehilangan kesadaran terhadap
dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi
yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan
merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita
renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan
bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok
pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana
atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan
kenyataan ini dan berterima kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan
kasih sayang-Nya dan perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah
kesempatan yang diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan
mendapatkan Surga. Di saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan
pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk,
Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan
bahwa Allah senantiasa mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah
dengan mematuhi perintah dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan
Allah dan memulai hari dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa
ia akan lupa pada nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan
larangan-Nya menjadi kecil; dia akan berperilaku sepanjang hari dengan
menyadari bahwa Allah sedang mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada
Allah akan dituntun untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan
nikmat Allah yang telah diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang
berkuasa memberikan itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar
manusia merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan
penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling
(juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang
menjadikan tidur sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali
nikmat-Nya pada mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan
kedekatan Allah sejak saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan
karunia tiada tara yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling dari agama dan menolak untuk
merenungkan kenyataan ini tidak akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang
mereka miliki atau mengetahui nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada
umumnya, di pagi hari, mereka merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur
hangat mereka dan tertekan dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai
hari. Beberapa dari mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus
mereka kerjakan setiap pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada
perjuangan dalam diri mereka antara bangun dan tidur barang semenit lagi.
Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa
terganggu, tertekan dan tidak senang saat mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam
nikmat Allah; sejak mereka bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada
kebosanan karena melakukan hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain
orang yang tidak menyadari bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan
kesempatan terakhir yang Allah berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri
secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat untuk mendapatkan lebih banyak
uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta maupun penampilannya, untuk
menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al
Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka
kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah
telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi
pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin saja
merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan kewajiban
mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat berikut:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang
mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya',
21:1)
Jelas bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini
telah melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap
pagi mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita
harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan
kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Kebersihan
Ada beberapa hal yang menimbulkan perubahan di tubuh Anda
pada saat bangun di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda
berbau tak sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan dari mulut anda. Wajah
kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan yang tidak rapi menunjukkan
ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka di pagi hari, menggosok
gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan orang yang telah dekat dengan
ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda dengan orang lain, dan hanya Allah
yang tidak memiliki kekurangan.
Lebih dari itu, saat seseorang yang ikhlas kembali kepada
Allah memandang ke cermin dan merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya,
dia makin paham bahwa dia tidak dapat memiliki keindahan apa pun hjanya dengan
kekuatan keinginannya semata.
Bisa dilihat bahwa Allah telah menciptakan dalam
hamba-Nya kekurangan untuk mengingatkan mereka akan ketergantungan mereka
kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam
waktu singkat merupakan contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada
manusia bagaimana cara untuk mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan
nikmat berupa tersedianya sabun mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah
memberitahu hal ini kepada kita dalam Al Qur’an:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94: 5-6)
Kemampuan untuk memperhatikan rahasia penciptaan nikmat
dan bersyukur kepada Allah atas hal itu hanya dimiliki oleh orang beriman yang
dikaruniai pemahaman.
Saat seseorang yang beriman sedang membersihkan dirinya,
di pagi hari atau di waktu lain di hari tersebut, ia berterima kasih kepada
Allah yang telah menyediakan alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia
tahu bahwa Allah mencintai kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang
pembersihan diri sebagai ibadah kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia
dengan senang hati mematuhi apa yang diperintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5
Surat Al Muddatstsir:
… dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (QS Al
Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam ayat berikut diterangkan peristiwa saat perang
Badar. Allah berfirman bahwa Dia menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar
mereka membersihkan diri mereka dan untuk keperluan lainnya.
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan
kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan darimu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan manusia
untuk membersihkan diri, harta benda dan rumah mereka. Selain dapat
membersihkan kotoran yang terlihat dan bakteri yang tak terlihat, air juga
mampu membuat kita merasa tenang. Saat air membasuh tubuh, air akan
menghilangkan elektron statis yang menyebabkan rasa lelah dan pegal. Kita tidak
dapat melihat elektron statis di tubuh kita, tetapi elektron statis ini akan
kita sadari karena adanya suara menghentak di saat kita membuka baju hangat.
Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita menyentuh sesuatu atau karena
gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan badan, kita menghilangkan elektron
statis yang telah terkumpul sehingga badan terasa ringan dan nyaman. Sejuknya
udara setelah hujan reda juga merupakan bukti bahwa air telah membersihkan
elektron statis di udara.
Allah menyukai orang yang bersih dan berpenampilan rapi.
Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan
tubuh para penghuni Surga.
Allah berfirman "…
Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka,
seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24),
dan dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa di sana terdapat “istri-istri
(bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga (QS Al Baqarah, 2:25; QS Ali
'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)
Sebagian manusia mementingkan penampilan rapi hanya apabila mereka ingin
disukai orang lain; mereka tidak peduli pada penampilan dan kebersihan mereka
di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang berjalan di dalam rumah hingga
malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang kotor, dan bau napas tak sedap,
tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan kamar yang tidak dirapikan
disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru kaum Muslimin untuk menciptakan
lingkungan yang terbaik dan terbersih bagi diri mereka sendiri dan
memerintahkan setiap orang untuk menjaga kebersihan sebaik mungkin dalam segala
hal mulai dari makanan dan pakaian sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah, 2:168)
Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
… (Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … (QS Al A'raf, 7:157)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam
Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang
rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah
hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat
manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,
(QS Al Kahfi, 18:19)
… dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari
dosa). Dan ia (Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam 19:13)
Sementara gaya hidup orang-orang jahiliah membuat mereka
menciptakan lingkungan yang tidak nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali
dengan tangan mereka sendiri, kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an,
menjalani hidup yang baik di dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan
yang menyulitkan diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara
kaum muslimin menata hidup mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan semangat,
tempat setiap orang dapat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian pikiran.
Singkatnya, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, orang beriman akan bersih diri
dan berpenampilan baik, bukan untuk orang lain, tetapi karena demikianlah yang
dikehendaki oleh Allah dan secara alami, karena cara inilah yang terasa paling
nyaman. Dengan membersihkan tempat tinggal mereka, mereka merasakan kesenangan
yang berlimpah karena menciptakan lingkungan yang membuat orang lain merasa
nyaman di dalamnya; dalam hal kebersihan mereka tidak sedikit pun menunjukkan
keengganan, dan mereka senantiasa berusaha sekuat tenaga agar bersih dan
berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada saat orang yang beriman memutuskan pakaian mana yang
hendak dikenakannya sepanjang hari dan mengenakannya, dia menyadari sebuah
kenyataan penting: bahwa pakaian adalah salah satu dari nikmat Allah yang tidak
terhitung banyaknya dan ada kebaikan dalam adanya pakaian. Semua orang
mengambil manfaat dari nikmat ini, tetapi hanya seorang muslim yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang mampu menghargai dengan baik bahwa pakaian
yang indah adalah kasih sayang dari Allah dan bersyukur kepada-Nya atas berkah
tersebut. Pakaian segera mengingatkan orang beriman bahwa makhluk hidup adalah
sumber pakaian wol, kapas, dan sutra. Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di
setiap saat dalam hidup kita, diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan
ciptaan yang menakjubkan. Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan
makhluk hidup yang memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai macam
pakaian dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah, maka bahan mentah
tersebut tidak akan ada.
Meskipun mereka sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang
tidak peduli atau, karena kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka
miliki. Karena mereka diberi pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir,
berpakaian telah menjadi kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka
dari menyadari bahwa pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk
mensyukurinya. Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nikmat di
dunia adalah agar manusia berterima kasih kepada-Nya atas semua nikmat
tersebut. Oleh karena itu, marilah kita mempelajari alasan mengapa Allah
menciptakan pakaian untuk kita. Mari kita mulai dari manfaat pakaian tersebut
untuk kita.
Pakaian seolah sebuah tameng yang melindungi tubuh
manusia dari dingin, sinar matahari yang berbahaya, dan bahaya ringan di
sekitar kita seperti lecet dan cedera. Kalau kita tidak memiliki pakaian, kulit
tipis yang menutupi tubuh manusia akan sering terluka oleh berbagai bahaya
ringan tersebut. Tentu itu menyakitkan, mengancam kesehatan, dan kulit dapat
mengalami kerusakan yang parah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an tentang alasan lain
penciptan pakaian pelindung:
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al A’raf, 7: 26)
Sebagaimana yang disampaikan ayat ini, pakaian memberi
manusia penampilan yang lebih indah.
Jelaslah bahwa pakaian merupakan kebutuhan yang tak bisa
dielakkan dan nikmat sangat penting yang telah Allah berikan kepada kita. Orang
beriman yang menyadari ini akan sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam
mengenakan pakaian. Ini menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah
atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya.
Sifat lain yang dikaruniakan kepada orang beriman
berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al Qur’an adalah kesederhanaan
dalam membelanjakan uang yang juga diterapkan pada saat membeli pakaian. Dia
membeli barang yang dia butuhkan, cocok dengannya, dan tidak berlebihan. Dia
tidak menghamburkan uang dengan membelanjakan uang untuk barang yang tidak
diperlukannya. Ayat berikut menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah yang demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian dalam berpakaian bagi seseorang yang
menjalani hidup sesuai Al Qur’an tidak hanya berhenti sampai di sini. Sebagai
contoh, selain berpakaian dengan pakaian yang bersih, orang beriman yang
menghargai keindahan akan berhati-hati dalam berpakaian dengan baik dan juga
disesuaikan dengan situasi yang ada. Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian
itu menyenangkan untuk dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa contoh
mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya mengenai hal
ini dalam sabdanya kepada kita:
“Makanlah apa yang kamu suka, dan pakailah apa yang kamu suka dengan
memperhatikan bahwa tidak terdapat dua hal: berlebih-lebihan dan kemewahan yang
sia-sia.” (Maulana Muhammad Mansyur
Nu'mani, Ma'ariful Hadith)
Berikut ini juga merupakan keterangan yang diberikan
kepada kita mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap saat seorang utusan datang kepada Rasulullah. dia akan mengenakan
pakaian terbaiknya dan memerintahkan sahabat-sahabat dekatnya untuk melakukan
hal yang sama (Tabaqat Hadith, Volume
4, Nomor 346)
Ketika seorang sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya
dan terlihat tidak rapi, Nabi Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini
telah disampaikan kepada kita:
Rasulullah sedang berada di mesjid, di saat seseorang dengan rambut tidak
disisir rapi dan janggut kusut datang. Nabi (SAW) menunjukkan jari kepadanya,
seperti mengisyaratkan padanya bahwa dia harus merapikan rambut dan janggutnya.
Orang tersebut pergi dan melakukan apa yang diisyaratkan, kemudian kembali.
Nabi (SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik jika setiap orang dari kalian datang
dengan rambut terurus?" (Malik's
Muwatta, Volume 2, Nomor 949)
Dalam Al Qur’an, Allah berfirman bahwa pakaian dan
perhiasan merupakan bagian dari nikmat terbaik di Surga. Beberapa di antaranya
disebutkan dalam ayat-ayat berikut:
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga
itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka adalah sutera. (QS Al Hajj, 22:23)
… mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk)
berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan
dipakaikan kepada mereka gelang yang terbuat dari perak … (QS Al Insan, 76:21)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman mengenai sutra
halus dan sutra tebal, dan perhiasan yang terbuat dari emas, perak dan mutiara.
Perhiasan yang kita miliki di dunia ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi
orang yang beriman, memandang perhiasan ini (mereka memilikinya atau tidak)
merupakan sarana yang menuntunnya untuk merenungkan Surga dan keinginan yang
lebih besar untuk mencapainya. Orang beriman merenungkan tujuan penciptaan
semua itu dan menyadari bahwa segala nikmat di dunia ini tidaklah kekal. Satu-satunya
nikmat sejati dan yang kekal terdapat di akhirat.
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir
sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas
dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang
mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala
yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. (QS Al Kahfi, 18:30-31)
Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang
yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an dan Sunnah dalam hal pakaian adalah bahwa
penampilan luar sangat penting dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Berdasarkan alasan ini, orang beriman akan memberikan perhatian lebih pada apa
yang akan dia kenakan ketika mengajak orang lain menerima agama Al Qur’an. Dia
akan sangat bersemangat memakai pakaian yang bersih, bersahaja, dan cocok dengannya.
Ini menunjukkan pengabdiannya kepada perintah Allah dan penghormatannya kepada
orang lain.
Hanya mereka yang hidup sesuai Al Qur’an saja yang sangat
memperhatikan kondisi psikologis seseorang. Dia juga berhati-hati agar dapat
seberhasil mungkin dalam menyampaikan jalan keselamatan yang abadi. Dia pun
sangat teliti mengenai apa yang sedang dikenakannya.
Sebagai kesimpulan, orang beriman yang menjadikan Nabi
Muhammad, SAW sebagai teladan, selalu berada dalam keadaan bersih, rapi, dan
berpakaian menarik. Dia sangat menikmati hal ini karena mengharapkan meraih
ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan
kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal
penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu
adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan
dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan
dapat menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk
lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam
mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru
adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya
di dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah peringatan bagi orang beriman
dalam hidup ini akan pedihnya api Neraka. Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan
orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang
pedih. Dalam beberapa ayat, Dia menggambarkan pedihnya api yang telah
diciptakan-Nya untuk orang-orang yang berpaling dari-Nya:
(Hari pembalasan itu) ialah hari
ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam
keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang
bernyala-nyala. (QS AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman memikirkan dengan imannya yang
mendalam mengenai api yang bergejolak dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada
Allah pun muncul. Mereka berdoa kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api
Neraka. Dengan cara ini, hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi
peringatan akan persoalan yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang
sangat penting bagi orang beriman.
Seseorang yang sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka
mengenai makanan yang dimakannya untuk sarapan akan memperoleh banyak petunjuk
darinya. Rasa dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya
makanan dan warna-warninya merupakan nikmat. Semuanya menyediakan protein, asam
amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan cairan yang dibutuhkan tubuh.
Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan secara teratur dan cukup. Yang
menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi kita. Ini malah merupakan
sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran, nasi, dan roti memenuhi
kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak kesenangan.
Sebenarnya, semua yang telah kita bahas tadi merupakan
hal yang amat sepele dan diketahui dengan baik oleh setiap orang. Semua orang
akrab dengan kegiatan itu dalam setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia
dilahirkan. Namun sebagian besar orang tidak merenungkan hal ini dengan benar.
Dia tidak sadar bahwa semua itu telah dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan
keseharian kita. Semuanya disepelekan begitu saja, tidak ada kesadaran tentang
betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan dan minuman lezat tersebut mampu
menyediakan berbagai manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap makanan atau
minuman itu merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah
yang berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena vitamin dan mineral
yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang dimilikinya, madu berguna
untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa
Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh
manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An Nahl,
16:68-69)
Orang beriman yang merenungkan proses pembuatan madu
menjadi sadar akan keajaiban penciptaan yang terkandung di dalamnya. Dia segera
mengerti bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi bahan mentah dasar
untuk madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi madu, maupun madu yang
menakjubkan itu sendiri, tidak dapat
terjadi secara kebetulan. Hal ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut, kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah
kecil kepada Allah juga merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang
beriman akan mengerti bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu
yang tidak memiliki kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita
pahami, bekerja tanpa henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan tugasnya
yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging, susu, keju, dan manfaat lain dari
binatang sebagai nikmat bagi manusia dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat
pelajaran yang penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang ada
dalam perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang
banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun, 23:21)
Ada keterangan tentang “apa yang ada dalam perutnya”,
ketika ayat tersebut menerangkan kepada kita tentang manfaat yang kita ambil
dari hewan. Misalnya, ada sesuatu yang tertinggal dalam proses pencernaan dari
pakan yang dimakan oleh sapi, air yang diminum oleh sapi, darah yang mengalir
dalam pembuluh darah, dan alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan keajaiban
bahwa aroma manis, bersih, campuran putih semacam susu yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan manusia, dapat dihasilkan dari campuran rumit semacam itu.
Hebatnya lagi, susu dihasilkan dengan sifat paling menyehatkan, padahal jelas
susu terletak pada bagian yang mengandung kotoran.
Petunjuk lain tentang pengetahuan Allah yang Mahaluas
adalah kenyataan bahwa satu-satunya bahan mentah yang digunakan untuk
menghasilkan susu adalah rumput hijau. Namun hewan yang menghasilkan susu ini
dapat mengeluarkan cairan putih dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem
mengagumkan yang Allah ciptakan dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan kepada kita tentang bagaimana susu dibuat:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran
bagimu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui, susu merupakan minuman yang sangat
kaya akan beberapa bahan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan
cairan yang berperan penting dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang berasal dari hewan, kecil bentuknya
namun nilai gizinya sangat besar, adalah telur. Pembentukan gudang protein,
vitamin, dan mineral ini merupakan keajaiban yang lain. Seekor ayam yang rendah
tingkat kecerdasannya mampu menghasilkan telur setiap hari dan melindungi telur
yang dihasilkannya dengan kemasan yang mengagumkan. Memperhatikan bagaimana
kulit telur dibentuk secara menakjubkan mengelilingi cairan yang ada di dalam
kulitnya, walaupun tanpa pelindung, meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh
orang beriman terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang dianggap oleh sementara manusia
harus tersedia dalam sarapan, berasal dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan
tersebut mengalami proses tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma
manis. Beribu-ribu macam tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan
kekuasaan, kekuatan, dan kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah
menciptakannya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya)… (QS Al
An'am, 6:141)
Allah memberi kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Dia menciptakannya banyak nikmat untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam
hidup di dunia ini dengan kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang
menunjukkan akhlak terpuji di saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa mereka akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga.
Sebagai contoh, sementara sebagian orang menyantap sarapan yang lezat, orang
lain hanya memiliki sedikit makanan. Namun orang beriman, kaya atau miskin,
akan selalu bertingkah laku dengan cara diridhai oleh Allah dan bersyukur
kepada-Nya dengan ikhlas. Apabila dia kaya, dia tidak akan sombong atau menjadi
tinggi hati. Apabila dia miskin, dia tidak akan khawatir dan menyesali
keadaannya.
Orang beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya.
Dia juga menyadari bahwa segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al
Qur’an menyatakan bahwa Allah akan menguji manusia melalui kebaikan dan
keburukan. “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang
hidup sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima,
melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada Allah.
Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat kepada mereka
yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan
orang yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di Neraka:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS
Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan bukti kesempurnaan ciptaan di
sekililingnya, dan juga alasan di balik penciptaan makanan, juga akan melihat
kehendak Yang Mahakuasa di dalam susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan
untuk memakan makanan dengan mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya,
bibirnya, gigi, lidah, rahang, kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama
dalam keselarasan yang sempurna. Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga
beberapa fungsi dapat dilakukan pada waktu bersamaan tanpa menimbulkan
gangguan. Gigi memotong makanan menjadi bagian-bagian kecil, dan lidah
terus-menerus mendorong makanan di sela-sela gigi untuk dikunyah. Dengan otot
yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah ketika orang yang makan menggerakkan
lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir berperan sebagai pintu yang tertutup
dengan rapat untuk mencegah makanan keluar dari mulut.
Selain itu, bagian-bagian yang membentuk organ-organ
tubuh ini bekerja sama dalam keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai
dengan tempat dan susunannya, menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan
mengunyahnya. Seluruh gigi diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Setiap gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang
tertentu agar dapat bekerja sama dengan baik dengan gigi yang ada di tempat
yang berlawanan dengannya. Tentunya organ ini tidak memiliki kesadaran atau
kecerdasan. Gigi tidak dapat menentukan sendiri bagaimana bekerja sama dengan
gigi yang lain. Dan koordinasi luar biasa seperti yang telah dijelaskan
tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Setiap bagian dibuat sesuai dengan
kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada keraguan bahwa rancangan
menakjubkan ini berasal dari Allah Yang “telah
menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah telah menciptakan semua ini
untuk memudahkan manusia memakan makanannya dan mengambil manfaat serta
menikmatinya.
Hal penting lainnya yang direnungkan oleh orang beriman
adalah kenyataan bahwa dia dapat mencium bau makanan di dapur dan mengecapnya
tanpa susah payah. Hal ini dimungkinkan oleh indera yang dimilikinya. Indera
pengecap dan penciumannya, yang tidak berhenti sepanjang hidupnya, bekerja
dengan sempurna tanpa biaya apa pun; mereka tidak pernah berlatih untuk
menggunakannya dengan cara yang benar, dan mereka pun tidak menyadari kegiatan
indera tersebut.
Apabila seseorang tidak memiliki indera pengecap ini,
berbagai macam rasa dari daging, ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan
selai tidak akan ada arti baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan
tidak akan lezat, hambar, tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut.
Tidak diragukan lagi bahwa rasa dan indera yang menerimanya telah secara khusus
diciptakan untuk manusia. Adalah kesalahan besar jika tidak menyadarinya karena
kelalaian akibat kebiasaan. Al Qur’an menerangkan bahwa Allah menciptakan
makanan yang baik dan bersih untuk manusia:
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai
atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki
dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha
Agung Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir, 40:64)
Sudah barang tentu, bagi orang-orang yang berpikir,
setiap rasa merupakan sarana untuk bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya,
mengingat-Nya dengan penuh rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih
pada-Nya. Orang beriman yang mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan
minuman datang dari Allah, memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga
bersyukur kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang
mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari
itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan
Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari
buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka
tidak bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka. Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka
dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan
minuman. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian orang tidak berpikir tentang pentingnya beberapa
kenyataan yang sangat penting. Padahal, mereka telah menyantap makanan yang
berasa dan beraroma lezat yang telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna
sepanjang hidup mereka. Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa
Allah telah menciptakan nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan
mereka harus bersyukur kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas
sebuah sikap yang keliru. Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan
ditanya di akhirat, tentang apakah mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang beriman menyadari bahwa Allah telah memberikan
tubuh sebagai amanat. Dia bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini
sebaik mungkin. Untuk itu dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara
yang sehat. Dia tahu bahwa agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat,
sehingga harus diberi makanan yang cukup dengan menu yang seimbang. Dia tahu
bahwa tubuhnya harus mendapat semua makanan yang dibutuhkannya untuk
pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan berfungsi sebagaimana
mestinya. Jadi, baik di saat sarapan, maupun pada waktu lainnya di hari
tersebut, dia akan makan makanan sehat dan alami. Dia menghindari makanan yang
berbahaya, walaupun terlihat menarik dan lezat. Dia tidak akan lalai atau
ceroboh dalam masalah ini. Misalnya, dia tahu bahwa berfungsinya alat tubuhnya,
kemampuan tubuhnya untuk membersihkan bahan beracun, dan kemampuan tubuhnya
untuk menghilangkan sakit dan lelah, semuanya tergantung pada air (banyak orang
mengabaikan untuk meminumnya secara teratur). Dia dengan seksama meminumnya dalam
jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi kita, SAW dalam beberapa kesempatan
menunjukkan kepada kita akan pentingnya air.
"All praise is due to
Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has not made it
either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam sebuah perjalanan dia duduk di
suatu tempat dan meminta air dari orang yang berada di sebelahnya. Setelah
membasuh tangan dan wajahnya dan meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya,
“Percikkan sebagian airnya pada wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad, SAW bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi Allah Yang
telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya dan tidak membuatnya
asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah
diri, siap menyambut berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau
tempat lainnya. Sebagian besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum
hari itu berakhir. Allah menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).
(QS Al Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang beriman melihat hari di hadapannya sebagai
kesempatan untuk meraih cinta dan ridha Allah serta untuk mendapatkan Surga.
Untuk itu dia perlu bekerja keras melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun
sibuknya, dia tetap waspada agar tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia
meneladani doa Nabi Sulayman AS, sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat
An Naml, dengan harapan bahwa Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya
sepanjang hari:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk
mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu
ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap orang yang meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau
bekerja, akan menghadapi banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat
direnungkan. Setiap hal yang dilihat oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan
Allah, muncul atas kehendak-Nya, dan terjadi dengan alasan tertentu. Maka,
ketika orang beriman memandang ke langit dalam renungan ini, dia melihat bahwa
semua itu telah diciptakan dengan cara yang menakjubkan. Dia memahami bahwa
kebenaran ayat berikut berada di hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang
terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Fungsi langit sebagai sebuah “atap yang terpelihara” disebabkan oleh
atmosfernya. Atmosfer ini menutupi bola bumi dan melakukan tugas pentingnya
agar manusia bertahan hidup. Atmosfer menolak sinar yang datang dari luar
angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Atmosfer menghancurkan meteor besar
dan kecil yang menuju ke bumi dan mencegah meteor agar tidak mengancam bumi dan
makhluk di dalamnya. Atmosfer juga melindungi bumi dari suhu yang membekukan
(sekitar minus 270 derajat Celcius) di luar angkasa. Walaupun sebagian orang
tidak peduli akan hal ini sebagaimana mestinya, Allah telah menciptakan sebuah
lingkungan yang cocok untuk kita dan melindungi kita dari ancaman yang mungkin
datang dari langit.
Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa orang beriman yang mengamati
langit akan segera memahami bukti bahwa langit adalah ciptaan yang paling
selaras dan sempurna.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat, dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan
payah. (QS Al Mulk, 67:3-4)
Allah berfirman dalam Al Qur’an bahwa terdapat tanda-tanda dalam penciptaan
langit dan bumi bagi mereka yang mengamatinya dengan iman.
Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana
Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai
retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba
yang kembali (mengingat Allah). (QS Qaf, 50:6-8)
Orang beriman yang dengan seksama melayangkan pandangannya dari langit ke
bumi akan melihat bukti lain dari penciptaan-Nya. Di bawah bumi tempat dia
berjalan di atasnya dengan percaya diri terdapat sebuah lapisan batu meleleh
yang luar biasa panasnya disebut “magma”. Sebagai perbandingan dengannya, kerak
bumi sangatlah tipis, yang artinya bahwa batu meleleh ini berada sangat dekat
di bawah kaki kita. Jadi, ketebalan kerak bumi dibandingkan dengan bagian dalam
bumi itu sendiri dapat diibaratkan dengan ketebalan kulit apel dibandingkan
dengan keseluruhan apel. Orang beriman yang memikirkan hal ini akan sangat
paham bahwa dunia dan seluruh makhluk hidup di dalamnya ada karena keseimbangan
sempurna yang telah Allah ciptakan berdasarkan kehendak-Nya, dan setiap ciptaan
dapat terus hidup dengan aman karena kehendak Allah.
Orang beriman yang melihat dengan mata yang penuh renungan akan
memperhatikan keindahan di sekelilingnya dan ciptaan yang menakjubkan.
Misalnya, karena merupakan nikmat Allah, burung di langit, buah-buahan yang
menghiasi jendela pajang toko dengan warnanya yang menarik, dan bau sedap yang
berasal dari toko roti punya makna bagi orang beriman. Makna ini tidak dapat
dimengerti oleh orang lain.
Orang beriman yang merenungkan berbagai macam bukti yang tidak terhitung
jumlahnya yang dia temui selagi berjalan di jalanan juga akan berhati-hati
dalam berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan tanpa menyombongkan diri
atau pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan…" (QS Luqman, 31:19).
Orang yang rendah hati patuh pada perintah Allah dan, seperti dalam
aktivitas-aktivitasnya yang lain, tidak berlebihan dalam cara berjalan. Hal ini
dapat disukai dalam pandangan Allah maupun di mata orang beriman.
Orang beriman mengetahui bahwa Allah telah menciptakan manusia dan
mengaruniai mereka dengan semua sifat-sifatnya. Namun orang-orang yang tidak
mengikuti ajaran Al Qur’an tidak akan peduli pada kenyataan ini dan menganggap
bahwa sifat yang ada pada mereka merupakan milik mereka sendiri. Orang-orang
yang berpikir bahwa kecantikan, kemakmuran, pengetahuan, dan kesuksesan mereka
adalah milik mereka sendiri menjadi bangga dan sombong. Karena kesombongan
tersebut, mereka ingin menunjukkan keunggulan mereka dengan menindas orang
lain. Tingkah laku ini terlihat dari cara mereka berjalan sebagaimana cara
mereka berbicara dan bertindak. Padahal, semua orang tidak ada artinya di
hadapan ilmu dan kekuasaan Allah. Kita membutuhkan Allah di tiap saat dalam
hidup kita. Dalam Al Qur’an, Allah memperingatkan kita mengenai hal ini dan
melarang kita untuk bersikap sombong:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap orang yang hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an selalu menyadari
ketidakberdayaannya, dan dia hidup berdasarkan kehendak Allah. Hanya Tuhan
Semesta Alam saja yang telah memberikan apa yang dia miliki. Dan karena dia
hidup dalam kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di sekitarnya
berdasarkan Al Qur’an.
Jelaslah bahwa seseorang tidak dapat menempuh jarak jauh dengan berjalan
kaki dalam sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang dekat. Kemampuan untuk
berjalan memang merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah. Namun, manusia
tidak mampu berkelana menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki.
Tubuh mereka akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu tidak mampu berjalan
lebih jauh lagi. Allah mengetahui kelemahan hamba-hamba-Nya ini dan telah
menciptakan binatang dan kendaraan untuk membawa mereka, dan telah membuat
transportasi menjadi mudah. Berikut adalah beberapa ayat Al Qur’an yang terkait
dengan nikmat Allah yang menunjukkan kemuliaan, kasih sayang, dan belas
kasih-Nya kepada hamba-Nya:
Dan mereka (ternak-ternakmu) memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang
kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
menyulitkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang
kamu tidak mengetahuinya. (QS An Nahl,
16:7-8)
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS Az Zukhruf, 43:12)
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada
di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia
menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya?
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
Manusia. (QS Al Hajj, 22:65)
Dengan menggunakan akal, jelaslah bagi kita bahwa Allah-lah Yang telah
menciptakan bahan-bahan seperti besi dan baja yang memiliki kemampuan tertentu,
dan mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam menciptakan bermacam-macam
kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang membuat kendaraan seperti
mobil, bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya, Allah telah mempermudah kita
untuk menempuh perjalanan yang tidak mungkin kita lakukan seorang diri. Apa
yang harus kita lakukan sebagai balasan atas nikmat ini adalah dengan mengingat
Allah di saat kita naik ke atas kendaraan, memuji nama-Nya, dan berterima kasih
kepada-Nya. Allah berfirman kepada kita mengenai ini:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu
apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha
Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya." (QS Az Zukhruf, 43:13)
Berjalan jauh masa kini jauh lebih cepat, mudah dan nyaman daripada masa
lalu. Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an, merenungkan hal ini
merupakan cara penting untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bersyukur
kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang beriman juga mengingat Allah ketika dia berada dalam perjalanan. Dia
merenungkan orang di sampingnya yang mengemudikan mobil, model dan warna mobil
tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya, pergerakan mereka, tulisan di
jendela belakang mobil yang ada di depannya, barisan bangunan sepanjang jalan,
bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan tulisan yang ada padanya. Semuanya
telah diciptakan oleh Allah atas perintah-Nya. Allah menyampaikan ini kepada
manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al Qamar,
54:49)
Allah menciptakan benda-benda yang kita temui setiap saat dalam hidup kita,
bukan hanya untuk orang tertentu, tetapi juga untuk miliaran manusia di bumi.
Bagi seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al Qur’an, memikirkan hal ini adalah
sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa Allah senantiasa berada di sisinya,
dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan perbuatannya. Karena kesadaran akan
kenyataan ini senantiasa bersamanya sepanjang hari, kemacetan, atau kendaraan
yang mengambil jalurnya, atau kesulitan lain yang dia alami tidak akan mengubah
sikap berserah dirinya kepada Allah.
Sebagian orang memandang ketidakberuntungan kecil saja sebagai sebuah
hambatan besar. Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang kehilangan kendali
atas diri sendiri, bertingkah laku secara tidak masuk akal. Mereka mungkin
mulai menggerutu sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki kesabaran saat
mereka terjebak dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan membunyikan
klakson terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu adalah karena mereka
telah lupa bahwa segalanya berada dalam kendali Allah.
Bagi orang yang berpaling dari Allah, transportasi
bukanlah sebuah nikmat, melainkan sebuah gangguan dan hal yang menjengkelkan.
Misalnya, lubang di jalan, kemacetan lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan
banyak hal lainnya memenuhi pikirannya sepanjang hari. Padahal, pikiran yang
tak berguna ini tidaklah bermanfaat baginya, baik dalam kehidupan ini maupun
kehidupan yang akan datang. Sebagian orang mengaku bahwa hal utama yang
mencegah mereka dari berpikir terlalu dalam mengenai masalah ini adalah
perjuangan yang mereka lakukan di dunia. Karena waktu yang harus mereka
korbankan untuk memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal dan kesehatan, mereka
mengaku tidak punya waktu untuk berpikir mengenai keberadaan Allah atau
bukti-bukti yang menuntun kepada iman. Namun ini tak lain hanyalah tindakan
menghindari tanggung jawab. Tugas seseorang sebagai kepala keluarga dan
jabatannya tidak ada hubungannya dengan berpikir. Seseorang yang, dalam rangka
meraih ridha Allah, memikirkan bukti-bukti yang menuntun kepada iman, perintah
Allah, akhirat, kematian, dan merenungkan nikmat yang telah Allah berikan
kepadanya dalam kehidupan ini, akan mendapatkan pertolongan Allah bagi dirinya.
Dia akan melihat bahwa banyak permasalahannya dapat dengan mudah diselesaikan
dan dia akan mampu meluangkan waktu dan istirahat untuk merenung.
Orang beriman tidak pernah lupa bahwa Allah telah
menciptakan setiap situasi yang dialaminya sepanjang hari. Tujuan dari
penciptaan tersebut adalah agar kita bersabar atau menggunakan pikiran kita
untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang paling disukai Allah. Apabila ada
masalah yang tidak mampu diselesaikan seorang diri, maka yang harus dilakukan
adalah bersabar. Marah, berteriak, dan menghujat seperti yang dilakukan
sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada artinya karena dapat membahayakan
diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah jika ada orang yang menganggap bahwa cobaan hanya
muncul dalam bentuk kepedihan yang luar biasa dan tragedi sebagai ujian bagi
kesabaran kita. Allah menguji manusia sepanjang hari dengan berbagai cobaan,
baik yang besar maupun kecil. Jadi, hal yang menjengkelkan seperti terjebak
kemacetan atau terlambat menuju suatu tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian
bagi manusia. Namun, dalam situasi ini, mereka yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur’an tidak merasa jengkel dan tetap bersabar tanpa berkeluh-kesah. dalam
Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa salah satu sifat orang beriman adalah tetap
bersabar dengan cobaan yang datang kepada mereka:
(yaitu) orang-orang yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa
yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang
yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (QS
Al-Hajj, 22:35)
Dalam menghadapi kecelakaan lalu lintas yang mungkin
mereka alami, orang beriman menjaga ketenangan mereka dan berserah diri kepada
takdir, tidak dalam arti diam saja, tetapi secara realistis menerima apa yang
telah Allah tentukan pada mereka. Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif
dengan menyadari bahwa Allah telah menciptakan apa yang terjadi kepada mereka
dan mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mengobati lukanya, mencari bantuan,
dan menghentikan kerusakan. Mereka tahu bahwa mereka bertanggung jawab setiap
saat dalam kehidupan duniawi ini untuk bertindak dengan apa yang disukai oleh
Allah.
Dalam Surat Al-Mulk, Allah menerangkan tujuan penciptaan
manusia dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di antaramu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al Mulk,
67:2)
Orang beriman yang menjalani setiap saat dalam kehidupan
dunianya sesuai dengan ajaran Al Qur’an tidak akan membiarkan pikirannya
dikuasai oleh pikiran yang tidak berguna dan tidak masuk akal selama
perjalanan. Dia mengarahkan perhatiannya pada hal dan peristiwa yang dapat dia
renungkan dengan mendalam. Misalnya, mereka yang telah jauh dari ajaran Al
Qur’an, ketika memperhatikan burung yang terbang di udara akan melihatnya
sebagai kejadian biasa. Namun demikian, bagi orang beriman, burung yang jelas
tidak menempel pada suatu apa pun, tetapi tetap melayang di udara yang renggang
dan melakukan gerakan manuver dengan sayapnya yang lemah; dan sayap mereka yang
dirancang agar mereka dapat terbang, bergerak cepat dan melakukan manuver ini;
dan paruh mereka mereka dengan susunan yang diciptakan khusus agar mereka dapat
makan dengan baik; cara terbang mereka, susungan rangka tulang yang khusus, dan
sistem pernapasan, syaraf dan lainnya; susunan aerodinamis dan rumit dari
bulu-bulu mereka; cara pembuatan sarang mereka; alat penginderaan mereka, cara
berburu dan memberi makan, tingkah laku mereka, suara yang mereka buat di saat
kawin dan waktu-waktu lainnya; kenyataan bahwa sistem yang mereka amati pada
burung jelas adalah rancangan yang menakjubkan, adalah bukti keberadaan Allah,
kekuatan, dan ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk memperhatikan hal ini dalam
Al Qur’an: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan
burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak
ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat segala sesuatu" (QS Al Mulk, 67:19).
Di saat orang beriman berada dalam perjalanan mereka,
mereka mengamati ciptaan yang menakjubkan seperti yang ada di sekeliling
mereka. Mereka menjadi saksi setiap saat akan kekuasaan Allah yang tidak
terbatas.
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar
hari mereka untuk bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al
Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai
moral. Bagi orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu,
melakukan pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun.
Allah menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan," dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah,
62:11)
Orang beriman menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan
yang akan mencegahnya dari mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia
tidak akan mengabaikan atau menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi.
Allah mengajak kita untuk memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik memberikan perhatian pada perniagaan
dalam ayat ini adalah karena keinginan yang besar akan keuntungan materi
merupakan salah satu kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela
mengabaikan ajaran agama demi mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta
lebih banyak, dan meraih kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak
melaksanakan sholat atau menunaikan kewajiban lainnya, dan mereka tidak
menunjukkan watak terpuji, walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang mereka harap dapat diraih dari
pekerjaan mereka. Mereka menginginkan kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi
kaya-raya, mendapat jabatan dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat,
memiliki perkawinan yang baik dan anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang
memisahkan manusia dari nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh
dengan mengutamakannya daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu
adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan menggapai
akhirat sebagai cita-cita. Orang beriman juga ingin mendapatkan nikmat yang
sama: pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang dan harta milik sendiri. Namun
mereka memiliki beberapa sifat yang membedakan mereka dari orang lain: mereka
melakukan semua pekerjaan mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang mereka di
jalan yang dituntun oleh Allah. Dan dalam perniagaan mereka, sebagaimana dalam
hal lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita
memperhatikan bahaya karena mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS At Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan iman yang
sangat mendalam akan berbuat sekuat tenaga untuk menghindar dari terjebak dalam
nafsu semacam ini. Ada sebuah sifat mulia yang dikehendaki oleh Allah dari
orang beriman, dan yang akan mereka tunjukkan, dalam pekerjaan apa pun yang
mereka lakukan. Dalam melakukan pekerjaan mereka jujur, ikhlas, rela berkorban,
bekerja keras, adil, dan sederhana. Seluruh perhatian mereka diarahkan untuk
meraih ridha Allah dan menjaga batasan yang telah ditetapkan antara yang benar
dan yang salah. Allah telah memerintahkan orang beriman bahwa dalam bekerja
mereka dilarang melanggar hak orang lain, mereka harus memberikan takaran dan
berat yang sempurna berdasarkan keadilan, dan tidak mengurangi hak milik orang
lain. (Surah Hud: 85).
Dalam beberapa ayat Allah menerangkan pentingnya
kejujuran dalam bekerja, memperlakukan orang dengan adil dan, dalam melakukan
itu, menunjukkan sikap mencari ridha Allah:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS Al Isra', 17:35)
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu. (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bagaimana seharusnya
kita melakukan perdagangan dan perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas
melarang riba: ".. padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al Baqarah, 2:275)
Hal lain yang diterangkan oleh Allah adalah bagaimana
mengatur perdagangan dan utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam
bekerja, saat berutang (yang akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang
telah ditentukan), dia harus menuliskannya. Apabila orang yang berutang
tersebut tidak mampu atau lemah atau tidak mampu menyebutkannya, maka walinya
harus menyebutkan untuknya dengan adil. Dan dua orang dari golongan mereka
harus harus menjadi saksi. (QS Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus dilakukan dengan seksama oleh orang
beriman dalam pekerjaan mereka adalah membahas pandangan orang lain saat
mengambil keputusan, memulai usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah
berfirman dalam Al Qur’an bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam setiap segi kehidupan, begitu pula
dalam perdagangan dan perniagaan, Al Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan
paling benar ke dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu
manusia keluar stress dan tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam
lingkungan yang sehat dan damai, tempat mereka dapat berserah diri kepada
Allah, mengambil keputusan yang tepat, dan berunding dengan orang lain saat
mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat berpikiran terbuka dalam kehidupan
kerjanya, dalam menyusun rencana, baik jangka panjang maupun jangka pendek dan
merancang berbagai tahapannya. Dan setelah dia mulai bekerja, dia akan
benar-benar memperhitungkan tahapan selanjutnya, tindakan apa yang akan
memastikan kesuksesan baginya untuk waktu yang lama dan kemungkinan jalan lain.
Dan dia akan memperhatikan segala peringatan yang telah diberikan Allah dalam
Al Qur’an untuk memastikan bahwa langkah yang menurutnya bermanfaat untuk
dilakukan tidak akan merugikannya di tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam
pekerjaannya, dia akan berdoa terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta
Allah untuk memudahkannya dan dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan yang
berhasil, kecuali Allah menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan yang dia
kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha Allah.
Di masa kita hidup saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu
pengetahuan telah terjadi. Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat
membayangkannya. Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas
kesempatan yang tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan,
teknologi, transportasi canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan
kemajuan seperti saat ini. Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari
seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi
informasi, dan menjalin hubungan. Tentu saja, semuanya adalah nikmat yang harus
direnungkan dalam-dalam. Para nabi yang telah dijadikan sebagai contoh oleh
Allah dalam Al Qur’an senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas,
dan senantiasa mengingat Allah serta bersyukur kepada-Nya di saat menjalani
pekerjaan mereka. Dalam Surat Saba’, Allah berfirman:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam bentuk)
gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring yang (besarnya)
seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, Hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba', 34:13)
Berbelanja
Saat ini berbelanja merupakan kegiatan penting bagi
banyak orang. Misalnya, banyak orang menghabiskan berjam-jam, bahkan
berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan busana untuk dipamerkan kepada
teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak uang untuk pakaian yang akan
dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka. Tanpa peduli dengan keadaan
lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan membeli pakaian baru dengan
hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini, berbelanja lebih dari sekadar
sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi bagian penting dalam hidup
mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat berbelanja dan seringkali
membeli barang kemudian mereka sesali telah membelinya.
Sudah barang tentu, berbelanja adalah penting bagi setiap
orang dan bahkan bisa menjadi sebuah kegiatan sehari-hari yang menyenangkan.
Namun yang salah adalah jika belanja dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam
diri manusia dan membuat mereka sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati.
Mereka mencurahkan seluruh hidup, pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan ini.
Bukan mencari jalan yang diridhai oleh Allah Yang telah menciptakan mereka,
mereka malah mencoba mencari kepuasan dalam pekerjaan sepele seperti
berbelanja.
Seperti dalam bagian lain dari kehidupan, seseorang yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an pun akan mencoba memandang kegiatan
berbelanja sebagai kebaikan yang telah diciptakan oleh Allah serta makna di
balik peristiwa yang terjadi. Baginya, berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan
tanpa tujuan, melainkan kesempatan untuk mencukupi dirinya dan keluarganya
dengan barang yang dia butuhkan. Berbelanja sudah pasti tidak akan
menjauhkannya dari melakukan kewajibannya kepada Allah. Allah memerintahkan
orang beriman di dalam Al Qur’an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami,
serta menuruti hawa nafsunya; dan adalah keadaan (mereka itu) melewati batas.
(QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang pergi berbelanja akan selalu ingat: Allah
telah menciptakan berbagai macam makanan, pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya
bagi orang beriman. Namun di banyak negara, karena pengangguran, kemiskinan
atau konflik, orang tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan. Walaupun
tinggal di negara yang kaya akan sumber daya alam, ada orang yang terlalu
miskin untuk dapat membeli kebutuhan mereka. Semua ini berada di bawah
kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diberikan
kepada manusia memiliki alasan tersendiri. Allah mengingatkan kita akan hal ini
dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan
menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (QS
Az Zumar, 39:52)
Allah telah menciptakan berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan
orang beriman tidak akan berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam
keadaan apa pun dia berada. Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya
hanyalah bersifat sementara. Untuk itu, dia berkemauan keras untuk bertindak
setiap saat dengan cara yang disukai Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya
kepada Allah atas nikmat-Nya di dalam hati, dalam ucapannya, dan dalam
tindakannya. Dia membelanjakan karunia yang dimilikinya pada amal saleh, dan
jika Allah membatasi nikmat yang diterimanya, dia akan bersabar dan tetap
bersyukur dengan ikhlas kepada-Nya. Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan
kemiskinan dan berdoa agar Allah memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan,
orang beriman ridha atas keputusan Allah dan berharap agar Allah merasa ridha
dengannya.
Namun manusia yang mengikuti tradisi, kebiasaan, dan
norma masyarakat yang tidak hidup berdasarkan ajaran Al Qur'an, segera
kehilangan rasa bersyukur mereka di saat berhadapan dengan ketidaknyamanan yang
paling kecil sekalipun. Allah melaknat mereka dalam Al Qur'an, sebagai kehinaan
karena tidak mampu melihat bahwa kekayaan dan kemakmuran mereka adalah sebuah
cobaan yang sama dengan pengalaman mereka akan kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya, lalu dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, "Tuhanku telah
memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya,
maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr, 89:15-16)
Allah telah menciptakan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya di bumi ini.
Namun, orang yang tidak menyadari hal ini lupa bahwa hanya atas kehendak Allah
dan izin-Nya sajalah mereka dapat membeli makanan dan pakaian mereka. Mereka
tidak berterima kasih kepada Allah. Mereka justru terus-menerus bertindak di
bawah kendali hawa nafsu. Semua yang mereka pikirkan di saat berbelanja adalah
pakaian mana yang akan dikagumi teman-teman mereka. Apa yang memenuhi pikiran
mereka seringkali adalah: di mana mereka dapat membeli pakaian dengan model
terbaru dan paling menarik dalam hal warna dan mutu yang mereka inginkan.
Mereka selalu menaruh perhatian kepada apa yang dimiliki orang lain. Mereka iri
akan semua itu. Mereka tidak sanggup hidup tanpa harta benda maupun materi.
Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan dan harta benda. Mereka
membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa yang diterima oleh orang
lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir bahwa mereka diperlakukan
tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sikap
tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan apa yang mereka miliki dan selalu
menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang
diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).
(QS An Naml, 27:73)
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa
nikmat yang ada di sekelilingnya merupakan pemberian dari Allah. Mereka
berhati-hati untuk tidak membelanjakan uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang
berbelanja, dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari buang-buang uang dan
waktu. Dia bertindak sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an:
“.. makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah lupa bahwa Allah menyebut orang yang
menghambur-hamburkan uang secara berlebihan sebagai “saudara-saudara setan” (QS
Al Isra’, 17:27).
Al Qur'an menuntut kita untuk tidak menghamburkan uang
dalam berbelanja atau membeli barang lainnya. Seperti itu pula kita dituntut
untuk bersifat dermawan. Allah menerangkan hal ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian (QS. al-Furqan, 25:67)”. Ayat
ini meningkatkan kearifan yang ditunjukkan oleh orang-orang beriman dalam cara
mereka berbelanja.
Olahraga dan
Latihan Fisik
Setiap orang beriman mengetahui bahwa tubuhnya telah diamanahkan kepadanya
untuk digunakan dalam waktu yang singkat di kehidupan dunia ini. Dia
bertanggung jawab untuk memeliharanya sebaik mungkin. Oleh karena itu dia berhati-hati
menjaga kesehatannya. Untuk itu, dia menyediakan waktu dengan sungguh-sungguh
dalam kegiatannya sehari-hari untuk melakukan olahraga atau latihan fisik.
Olahraga dan latihan fisik membantu menguatkan tubuh, memberikannya daya tahan,
dan membuat tubuh mampu berfungsi teratur dan sehat. Olahraga memungkinkan
orang beriman untuk bekerja lebih baik lagi untuk mendapatkan ridha Allah dan
beramal saleh.
Metabolisme (kerja tubuh) manusia tidak akan baik jika
kita tidak melakukan kegiatan. Metabolisme diciptakan untuk mendukung
pergerakan. Saat ini diketahui bahwa olahraga memiliki banyak manfaat: olahraga
memperkuat kekebalan tubuh, peredaran darah, pernapasan, dan sistem saraf.
Olahraga membuat tubuh memiliki daya tahan lebih terhadap kuman dan penyakit.
Olahraga menjamin keteraturan fungsi sistem hormon, hati dan pembuluh darah.
Olahraga memperkuat otot, sendi, dan urat otot. Olahraga meningkatkan kondisi
tubuh dan kekuatan. Olahraga membantu memelihara keseimbangan dalam gula darah,
mengurangi tingkat kolesterol “jahat”, dan menambah tingkat kolesterol “baik”.
Alasan lain mengapa orang beriman berusaha berolahraga dengan baik, adalah
karena kesehatan fisik adalah ciri yang disorot oleh Allah dalam Al Qur'an,
untuk kita perhatikan. Misalnya, dapat dilihat pada ayat 144 Surat al-A’raf,
ketika Allah berkata kepada Musa AS dan memilihnya untuk memimpin Bani Israil.
Kisah tersebut menceritakan tentang kekuatan fisiknya. Ayat lain menceritakan
kekuatan fisik Talut AS yang diutus untuk memimpin kaumnya:
Nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
(mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:247)
Ada alasan lain, mengapa orang beriman harus dengan seksama memperhatikan
kebutuhan olahraga: apabila orang yang menyampaikan ajaran Al Qur'an
berpenampilan fisik yang kuat dan menarik, dia akan memiliki pengaruh terhadap
orang lain. Penampilan luar orang tersebut yang terhormat dan menarik akan
memberi kesan yang baik bagi mereka yang sedang diajaknya berbicara.
Oleh karena itu, orang beriman harus selalu berusaha untuk memelihara tubuh
yang kuat dan sehat. Mereka tidak boleh malas, teledor, atau ceroboh dalam hal
ini.
Berdoa
Ayat ke-56 Surat Adz Dzariyat yang berbunyi: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” menyatakan bahwa Allah telah
menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan
diciptakannya manusia adalah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an, untuk
mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Untuk itu, orang yang
menerima Al Qur'an sebagai pedoman hidup mereka akan menempatkan pengabdian kepada
Allah di atas segalanya. Mereka menggunakan kehidupan singkat mereka (sekitar
70 tahun bila Allah menghendakinya) dengan memperhatikan kehidupan akhirat dan
meraih ridha Allah. Hal ini terlihat dengan sendirinya dalam setiap saat di
kehidupan duniawi mereka.
Orang beriman selalu menyadari bahwa ajaran Al Qur'an
berlaku tidak hanya pada sebagian saja dari hidupnya di dunia ini, atau pada
saat atau tahapan tertentu di dalamnya, melainkan pada seluruh hidupnya. Dia
mematuhi semua perintah Allah dengan sepenuh kemampuannya dan melakukan
sebanyak mungkin kebajikan yang dapat dia lakukan, Dia menghabiskan waktunya
dengan amal ibadah sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam Al Qur'an. Di
saat dia telah menyelesaikan pekerjaannya, dia melanjutkan ke pekerjaan
berikutnya. Karena Allah berfirman dalam ayat 162 Surat Al An’am, (6:162): “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,” dia
mengejar apa yang baik dan bermanfaat, dan tidak ada kata henti, tunggu, atau
batasan dalam usahanya tersebut. Bagi orang beriman, memulai pekerjaan baru
setelah yang sebelumnya diselesaikan adalah penting karena dia tahu bahwa dia
harus menghabiskan setiap detik yang diberikan kepadanya di dunia ini dengan
bekerja untuk mendapatkan ridha Allah. Dia akan memberi perhatian kepada hidup
setelah mati dalam setiap saat yang telah dilewatinya di dunia ini. Untuk itu,
dia menghabiskan setiap menit dengan hanya mengharapkan ridha Allah, dan
mengerjakan semua yang dia harapkan paling diridhai oleh Allah. Dalam Al
Qur'an, Allah menyampaikan kepada orang beriman untuk mencurahkan usahanya
menuju ke arah tersebut:
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS Alam-Nasyrah, 94:7)
Perbuatan orang beriman untuk mendapatkan ridha Allah
tidak berhenti dari hari ke hari. Hal ini ditunjukkan dalam ayat ke-76 Surat
Maryam: “Dan amal-amal saleh yang kekal
itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” Dan
dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa Dia menginginkan agar manusia
tekun dalam ibadah mereka:
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya.
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
(QS Maryam, 19:65)
Jalan pemikiran sesat dari sebagian
kaum jahiliyah dalam persoalan ini, menjerumuskan mereka ke dalam keragu-raguan
akan keberadaan kehidupan setelah mati dan hanya melakukan beberapa kegiatan
peribadatan dari waktu ke waktu saja.
Sebagian orang membuat kekeliruan yang sangat
besar ketika berusaha memperoleh nikmat di dunia ini, yang mereka jadikan
sebagai tujuan. Mereka melakukan apa saja untuk menjadi kaya, mendapat jabatan,
dan mendapatkan hal lain yang mereka inginkan. Dalam waktu yang sangat singkat
mereka terlibat dalam sebuah perlombaan yang besar demi “harga yang sedikit” (QS.
At-Taubah, 9:9) yang akan segera lenyap dari mereka. Namun orang beriman
yang mengejar ridha Allah dan jalan menuju Surga, berjuang hanya demi Allah. Al
Qur'an menggambarkan sifat orang beriman ini:
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. (QS Al Isra’, 17:19)
Orang beriman yang menghabiskan seluruh harinya dengan
mencari ridha Allah giat dan bersemangat dalam menunaikan sholatnya. Dia
mengingat Allah sepanjang hari di dalam hatinya dan dalam kegiatannya dan
merenungi dalam-dalam kekuasaan-Nya, kecerdasan-Nya, pengetahuan-Nya, karya
seni-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang lain. Sikap ini merupakan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari dari perintah yang ada dalam ayat-ayat berikut:
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di
waktu petang dan pagi hari." (QS Ali ‘Imran, 3:41)
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang. (QS Al
A’raf, 7:205)
Dalam ayat 28 Surat ar-Ra’d, Allah
berfirman bahwa hati hanya akan merasa damai jika mengingat Allah:
… (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah… (QS. ar-Ra’d, 13:28)
Seseorang yang menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuknya akan sangat
berhati-hati dalam melakukan ibadah seperti sholat lima waktu, berpuasa, dan
berwudhu, sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Misalnya, sholat tepat
waktu adalah hal yang penting. Dia tidak membiarkan urusan dunia menghalanginya
dalam menunaikan sholat. Setiap dia sholat, dia melakukannya dengan rendah
hati, suka-cita dan bersemangat, berharap bahwa hal itu akan membawanya semakin
dekat kepada Allah.
Namun demikian, orang yang tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan
semangat yang benar, melainkan untuk pamer atau takut akan pendapat orang lain,
tidak dapat merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah. Saat mereka
melakukan sholat, mereka tidak tahu bahwa itu dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah. Pikiran mereka terlalu tenggelam dalam urusan sehari-hari sehingga sulit
untuk dapat mengingat Allah dan memuji-Nya. Dalam Al Qur'an, Allah
memperingatkan orang-orang yang lalai dalam sholatnya:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS Al Ma’un, 107:6)
Ini berarti, mereka menunda sholat dari waktu yang telah ditentukan dan
bahkan tidak melaksanakannya sama sekali. Sekalipun demikian, meski Surat tersebut
tidak merujuk pada hal itu, orang yang cerdas akan melihat peringatan akan
kelalaian dalam sholat.
Orang yang lalai keliru ketika berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu
untuk Allah tanpa takut kepada-Nya, memikirkan-Nya dan tanpa merasakan
kehadiran atau kedekatan-Nya. Perilaku yang akan membawa seseorang lebih dekat
kepada Allah meliputi keiklasan dalam mendirikan sholat, takut kepada Allah dan
kepatuhan serta merendahkan-diri di hadapan-Nya.
Sebagian orang memiliki pandangan yang sangat sempit
tentang sholat, menganggap bahwa cukuplah mematuhi beberapa perintah Allah saja
dalam sehari. Padahal, menurut Al Qur'an, ibadah tidak hanya terbatas pada
perintah agama seperti sholat, berpuasa, haji, dan bersedekah.
Ibadah berarti melayani. Jadi, ibadah meliputi tingkah laku seseorang dan
pikirannya serta segala hal yang dilakukan dan diucapkan sebagai hamba Allah.
Sepenting apa pun sebuah kewajiban sholat sebagai sebuah amal ibadah pribadi,
begitu pula halnya mengalahkan kemarahan, menggunakan tutur kata yang sopan,
melakukan kebaikan dan melarang kejahatan, memberikan kepercayaan kepada muslim
yang lain dan tidak bersikap menang sendiri; semua ini juga termasuk perbuatan
ibadah. (Untuk lebih lengkapnya bacalah karya Harun Yahya Commonly Disregarded Rulings of the Qur'an (dalam Bahasa Indonesia
berarti, Aturan Al Qur’an yang Sering
Diabaikan). Karena itu, perilaku baik termasuk hal yang harus dilaksanakan
dan diterapkan dengan cara yang sama dalam hal semangat dan kekhusyukan dengan
amal ibadah. Tentu, sejalan dengan itu, seorang Muslim harus mengetahui
berbagai hubungan muamalah di dunia, seperti jual-beli, sewa-menyewa,
pernikahan, dan perceraian yang dapat diterima, serta cara yang benar untuk
melakukan hal-hal tersebut. Singkatnya, orang beriman menunjukkan kepedulian
yang sangat besar di setiap saat dalam hidupnya pada perintah Allah dalam Al
Qur'an serta terhadap perintah, larangan, dan tuntunan Rasulullah SAW.
Salah satu amal ibadah yang paling penting yang dapat
dilaksanakan oleh orang beriman sepanjang hari adalah berdakwah, yaitu mengajak
manusia mengikuti jalan yang benar, menyampaikan kebaikan kepada mereka, dan
memperingatkan mereka akan kejahatan, serta mengajak mereka untuk meningkatkan
pengetahuan mereka mengenai Islam, Iman, dan Ihsan serta membaca Al Qur'an.
Ibadah ini merupakan bagian penting dalam kegiatan mereka sehari-hari. Orang
beriman bertanggung jawab setiap saat sebagai wakil Allah di antara makhluk-Nya
dan menyerukan agama Allah melalui perkataannya, perilakunya, dan keberadaan
dirinya sendiri. Tanggung jawab ini tidak semata-mata terbatas pada kegiatan
ibadah. Orang beriman akan berusaha menjadi teladan bagi orang di sekitarnya
dengan bertindak dengan cara sebaik mungkin. Allah berfirman mengenai hal ini
dalam Al Qur'an:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS
At Taubah, 9:71).
Orang beriman bersemangat untuk
melakukan semua yang bisa dia lakukan untuk mengajak orang lain kepada Allah
dan kepada jalan-Nya. Dia akan menyampaikan kepada mereka mengenai Allah,
Keesaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya, tujuan penciptaan mereka, perilaku, dan
perbuatan baik serta bentuk kehidupan yang disukai oleh Allah. Mereka juga
menyampaikan kebaikan, kejahatan, kebenaran, dan kekeliruan yang difirmankan
dalam Al Qur'an, Hari pembalasan, Neraka dan Surga, dan pembahasan lain semacam
itu. Dia akan menyampaikan kepada mereka mengenai Nabi Muhammad SAW dengan cara
sedemikian rupa sehingga membuat mereka tertarik kepadanya, untuk mengikuti dan
meneladaninya.
Perbincangan antar-orang beriman benar-benar menjadi peringatan bersama.
Mereka saling mengajak untuk mematuhi perintah Allah dan hidup berdasarkan
Sunnah Rasul-Nya SAW dan untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Singkatnya, jalan yang lazim ditempuh oleh orang beriman adalah saling
mengingatkan dan memberi peringatan.
Orang beriman menggunakan cara lisan maupun tulisan
sebagai peringatan, dan mereka dapat memanfaatkan sarana komunikasi massa yang
sangat maju saat ini. Dalam memanggil orang kepada ajaran Al Qur'an, mereka
dapat memanfaatkan televisi, radio, buku, majalah, surat kabar, internet, atau
media lainnya.
Sama pentingnya dengan dakwah harian kepada Islam oleh orang beriman yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, ada waktu yang mereka sediakan untuk
mempersiapkan dakwah tersebut. Dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan bahwa orang
yang ingin melaksanakan perjuangan pemikiran di jalan-Nya, pertama-tama harus
melakukan persiapan untuk itu. Untuk itu, sangatlah penting agar seseorang
mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk pekerjaan ini. Allah berfirman:
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu.” (QS At Taubah, 9:46)
Untuk menyampaikan pesan Allah, salah satu hal yang harus dilakukan oleh
orang beriman yang memenuhi syarat untuk berdakwah adalah mengembangkan dirinya
sendiri dan mempelajari berbagai macam pengetahuan yang berguna untuk dapat
menyampaikan agama Allah. Yaitu, dia harus mendidik dirinya sendiri, baik dalam
hal agama maupun kecerdasan. Dia harus melakukan segala usaha untuk berbicara
dan menulis dengan tepat, langsung pada pokok masalah dan tepat sasaran, mampu
meyakinkan orang lain, tepat guna, dan memuaskan pendengarnya dengan kearifan
yang dipelajarinya dari agama Allah. Syarat utamanya adalah orang beriman
mempelajari agama Islam, makna ayat-ayat Al Qur'an, dan memahami perbuatan dan
perkataan Nabi kita Muhammad SAW. Jadi, semua persiapan dan usaha ini mendapat
tempat istimewa dalam kehidupan sehari-hari orang beriman yang mampu dan berhak
untuk menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya.
Berangkat Tidur di Malam Hari
Bagi semua orang yang berpikir, ada banyak hal untuk
direnungkan dalam penciptaan malam. Allah mengemukakan ini kepada manusia dalam
ayat Al Qur'an berikut: “Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang
dari malam itu, maka dengan serta-merta mereka berada dalam kegelapan” (QS Ya
Sin, 36:37). Salah satu hal penting dalam penciptaan itu tersimpan dalam
hilangnya cahaya secara perlahan-lahan dan semakin gelapnya langit. Karena
peralihan yang lambat ini, makhluk hidup dengan mudah menjadi terbiasa dengan
perbedaan cahaya dan suhu antara siang dan malam dan tidak menghadapi bahaya
karena perbedaan tersebut. Allah, dengan ilmu dan kekuasaan-Nya Yang
Mahatinggi, memiliki belas kasih kepada hamba-Nya dan semua makhluk hidup, dan
dia memberikan nikmat tersebut kepada semua orang. Namun sebagian besar manusia
tidak memikirkannya walau hanya sekali saja dalam kehidupan mereka.
Ketika seseorang yang menjalani hidup menurut nilai-nilai
Al Qur'an memikirkan hal ini, dia melihat bukti lain dari apa yang difirmankan
Allah dalam ayat ke-92 Surat Yusuf: “…
dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." Tidak ada
keraguan bahwa bergantinya siang dan malam merupakan salah satu dari nikmat
yang tidak terhitung jumlahnya yang diciptakan Allah untuk manusia. Supaya
dapat memahami ini dengan lebih baik, Allah mengajak kita memperhatikan akan
hal ini di dalam Al Qur'an:
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu
malam terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?"
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang
terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan malam kepadamu agar kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu
tidak memperhatikan?" (QS Al Qashash, 28:71-72)
Allah menciptakan keadaan, keseimbangan, dan sistem yang diperlukan untuk
siang dan malam. Hanya Allah yang mampu menolong jika salah satu dari semua hal
ini tidak ada. Apabila Allah menghendaki, dia dapat menciptakan siang
terus-menerus atau malam terus-menerus. Akan tetapi, makhluk hidup tidak mampu
bertahan hidup dalam keadaan semacam itu. Jika keadaan semacam itu terjadi,
kehidupan di bumi akan berakhir. Tidak ada keraguan bahwa Allah menciptakan
siang dan malam dalam keteraturan yang sempurna, yang menyediakan lingkungan
tempat makhluk hidup mampu bertahan. Ini adalah tanda kasih sayang dan belas
kasihan-Nya. Dalam ayat yang mengikuti ayat sebelumnya, Allah berfirman sebagai
berikut:
Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS Al Qasas, 28:73)
Orang yang merenungkan alasan di balik bergantinya siang
dan malam hanyalah orang yang menggunakan akal pikiran untuk memikirkan penciptaan
tersebut, dan mereka yang takut kepada Allah, yaitu, yang menjalani hidup
sesuai dengan Al Qur'an. Allah menerangkan ini dalam beberapa ayat:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS Ali ‘Imran,
3:190)
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa. (QS Yunus, 10:6)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan. (QS Al Baqarah, 2:164)
Allah menciptakan metabolisme manusia yang membutuhkan
istirahat di malam hari. Dia menerangkan hal ini dalam ayat-ayat berikut:
Dialah yang menjadikan malam bagimu supaya kamu beristirahat padanya dan
(menjadikan) siang terang-benderang (supaya kamu mencari karunia Allah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang mendengar (QS Yunus, 10:67).
Allah-lah yang menjadikan malam untukmu supaya kamu beristirahat padanya;
dan menjadikan siang terang-benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai
karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak
bersyukur (QS Al Mukmin, 40:61).
Selain sebagai waktu beristirahat, malam memiliki sifat
lain yang sangat istimewa. Salah satu alasan diciptakannya malam adalah karena
waktu yang penuh kedamaian dan ketenangan di seluruh penjuru dunia ini sangat
bernilai untuk kegiatan ibadah tertentu. Dibandingkan dengan siang hari, malam
hari lebih memberikan kemudahan untuk berpikir, membaca, dan berdoa. Allah
menerangkan ini di dalam Al Qur'an:
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan
bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai
urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah
kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS Al Muzzammil, 73:8)
Adalah lebih mudah bagi kita untuk memusatkan pikiran di
malam hari untuk memikirkan keajaiban ciptaan Allah, membaca Al Qur'an dan
berdoa. Orang beriman yang menyadari hal ini tidak akan menghabiskan seluruh
malam hanya dengan tidur atau beristirahat. Diam-diam dia akan menghadap Allah
untuk menyampaikan kebutuhannya dan memohon pengampunan atas segala kekeliruan
dan kesalahannya. Dia akan menilai hari yang telah berlalu, meninjau ulang kekeliruan
yang telah dibuatnya, menyesali kesalahannnya, dan memohon ampun. Dia akan
menjalani waktunya di jalan yang disukai Allah, mengingat-Nya, dan mencoba
untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dia akan memikirkan banyak hal seperti
keberadaan Allah dan kemuliaan-Nya, Al Qur'an, rancangan alam semesta yang luar
biasa, makhluk hidup di bumi dengan sistem yang tanpa cacat, nikmat yang
terus-menerus diciptakan Allah, Surga, Neraka, dan keabadian. Perilaku orang
beriman yang mengabdikan sebagian malam untuk beribadah dipuji oleh Allah dalam
beberapa ayat Al Qur'an:
(Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah)… orang yang melalui
malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (QS Al Furqan,
25:64)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada
Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap. (QS As Sajdah, 32:16)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah
yang dapat menerima pelajaran. (QS Az Zumar, 39:9)
Dengan jalan ini, orang beriman melaksanakan Sunnah Nabi
kita SAW yang menghabiskan sebagian waktu setiap malam dengan berdoa, renungan,
dan dengan ibadah. Hal ini disebutkan dalam satu ayat:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu… (QS Al Muzzammil, 73:20)
Sebuah hadis telah disampaikan kepada kita, bahwa Nabi
kita SAW berdoa agar Allah memberinya watak dan perbuatan yang baik.
Diriwayatkan bahwa beliau berdoa sebagai berikut:
“ Ya Allah, jadikanlah jalan
dan perbuatanku menjadi baik. Ya Allah, selamatkanlah aku dari sifat dan
perbuatan yang buruk.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Tidak boleh dilupakan bahwa, seperti yang sudah
disampaikan sebelumnya, tidur adalah layaknya kematian. Bila Allah menghendaki,
seseorang tidak akan bangun lagi. Dengan alasan ini, menit terakhir sebelum
tidur bisa jadi merupakan kesempatan terakhir bagi seseorang untuk memohon
ampun. Allah menerangkan ini dalam Al Qur'an:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang berpikir. (QS Az Zumar, 39:42)
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an
mengetahui nilai dari kesempatan yang diberikan oleh Allah kepadanya ini (mungkin
yang terakhir baginya) sebelum tidur. Dia menyimpannya dalam ingatan dan dengan
ikhlas mendekatkan diri kepada Allah; dia memohon ampun atas tindakannya yang
salah, memohon pertolongan Allah dalam segala hal, dan berdoa hanya kepada-Nya
dalam larutnya malam.
BAB 2
POLA PIKIR
QUR'ANI
SEORANG
BERIMAN
Sikap terhadap Keluarga dan Teman
Orang beriman bersyukur kepada Allah di saat dia
memikirkan penciptaan orang tuanya yang telah menghabiskan begitu banyak waktu
dan jerih payah untuk menjaganya selama bertahun-tahun semenjak dia pertama
kali membuka matanya di dunia ini. Orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al
Qur'an akan senantiasa berusaha untuk menyadari bahwa Allah menciptakan orang
tuanya dan memberikan mereka kasih sayang dan belas kasih-Nya dan menganugerahi
mereka dengan cinta kepada anak mereka. Allah menciptakan ikatan kasih sayang
antara orang tua dan anak yang mereka besarkan dari masa kecil, dari tanpa daya
sampai mereka mandiri di saat dewasa. Dalam ikatan kasih sayang ini, orang tua
tak pernah lelah dalam kebahagiaan merawat anak mereka dan melihat mereka
tumbuh dewasa. Allah menekankan pentingnya keluarga dalam kehidupan manusia:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman, 31:14)
Katakanlah, "Mari kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu,
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa. (QS Al An’am, 6:151)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu
bapaknya, (QS Al Ahqaf, 46:15)
Jadi, berdasarkan ayat-ayat tersebut, orang beriman akan
menunjukkan perhatian kepada orang tuanya dan memperlakukan mereka dengan rasa
hormat, menanamkan kasih sayang bagi mereka, memperlakukan mereka dengan baik,
dan berusaha menyenangkan hati mereka dengan ucapan yang baik dan bijaksana.
Sekali lagi dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan kepada kita bagaimana caranya
bersikap peka terhadap orang tua kita:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al Israa’, 17:23)
Di dalam ayat ini, Allah menunjukkan kepada kita ukuran belas kasihan yang
harus ditunjukkan kepada orang tua. Dengan kata-kata “janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah”, Allah telah melarang orang beriman dari
melakukan perbuatan tidak hormat yang paling kecil sekalipun, atau mengabaikan
mereka. Untuk itu, orang beriman senantiasa berbuat dengan penuh perhatian
terhadap orang tua mereka dan dengan rasa hormat dan tenggang rasa yang sangat
besar.
Mereka akan melakukan apa saja yang mungkin untuk membuat orang tua mereka
nyaman dan tidak akan berusaha mengurangi rasa hormat dan perhatian. Mereka
akan terus ingat akan kesulitan dan kegelisahan di hari tua dan akan melakukan
setiap usaha untuk memberikan semua kebutuhan mereka, bahkan sebelum mereka
mengutarakannya dengan pengertian yang penuh kasih sayang. Mereka akan
melakukan apa saja yang mereka mampu untuk memastikan bahwa orang tua mereka
merasa nyaman dan tidak kekurangan, baik secara rohani maupun jasmani. Dan,
tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka tidak akan berhenti memperlakukan
mereka dengan rasa hormat yang mendalam.
Ada keadaan lain yang mungkin dihadapi oleh orang beriman
dalam hubungan mereka dengan orang tua. Orang yang beriman mungkin memiliki
orang tua yang memilih jalan kafir. Dalam kasus seperti perbedaan iman, orang
beriman akan mengajak mereka dengan sikap yang sama sopan dan hormatnya untuk
mengikuti jalan yang benar. Perkataan Ibrahim AS kepada ayahnya yang menyembah
berhala, menunjukkan kepada kita pendekatan seperti apa yang harus kita tempuh
dalam keadaan semacam itu:
Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan
yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan.
Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (QS Maryam,
19:43-44)
Kembali, ketika sebagian orang melihat orang tua mereka semakin menua dan
kehilangan kekuatan, mereka berpaling di saat orang tuanya membutuhkan
pertolongan dan perhatian. Tidak sulit melihat tersebar luasnya sikap semacam
itu saat ini. Kita seringkali bertemu orang tua, yang berada dalam keadaan yang
sangat buruk secara jasmani dan rohani, ditinggalkan berdiam di rumah mereka
sendirian. Bila kita memikirkan keadaan ini kita akan melihat bahwa akar dari
persoalan ini terdapat pada tidak dijalaninya hidup sesuai ajaran Al Qur'an.
Seseorang yang menerima Al Qur'an sebagai tuntunannya, bertindak terhadap
orang tuanya, anggota keluarganya yang lain, dan setiap orang yang ada di
sekitarnya dengan kasih sayang dan belas kasih. Dia akan mengajak kerabat,
teman, dan kenalannya yang lain untuk hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an,
karena Allah memerintahkan orang beriman untuk mulai mendakwahkan Islam kepada
orang yang dekat dengan mereka.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS As
Syu’ara’, 26:214)
Selalu ada kebahagiaan dan keceriaan di dalam sebuah keluarga yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an, sebagaimana diwujudkan di dalam Sunnah
Rasulullah SAW. Keadaan seperti teriakan, percekcokan, dan sikap tidak hormat
yang kita lihat dalam keluarga yang terpecah saat ini tidak mungkin pernah
terjadi dalam masyarakat orang-orang beriman. Dalam masyarakat seperti itu,
setiap orang merasa sangat bahagia bersama keluarganya. Anak memperlakukan
orang tua mereka dengan hormat dan mencintai mereka sepenuh hati. Keluarga
memandang anak sebagai amanat dari Allah dan menjaga mereka. Ketika kita
mengucapkan kata “keluarga”, kehangatan, cinta, rasa aman, dan saling menolong
muncul dalam benak kita. Namun adalah bermanfaat untuk kembali menyorot, bahwa
keadaan yang istimewa ini hanya dapat diraih melalui menjalani hidup dengan
penuh iman dan sepenuhnya dalam Islam serta melalui takut dan cinta kepada
Allah.
Sikap terhadap Nikmat
Orang beriman yang mengesampingkan pandangan kebiasaan mereka dan mengamati
lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua yang dia lihat adalah nikmat dari
Allah. Mereka akan mengerti bahwa semuanya—mata, telinga, tubuh, semua makanan
yang mereka makan, udara bersih yang mereka hirup, rumah, benda dan harta, apa
yang mereka miliki dan bahkan makhluk hidup renik dan bintang-bintang—dijadikan
untuk kepentingan mereka. Dan semua nikmat ini terlalu banyak jumlahnya untuk
dihitung. Sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut, bahkan tidak mungkin
untuk mengelompokkan dan menghitung semua nikmat ini:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS An Nahl, 16:18)
Orang beriman diperkenankan menggunakan semua nikmat yang diberikan
kepadanya di dunia ini, namun dia tidak akan tertipu oleh itu semua sehingga
lupa dan hidup tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah mati, atau ajaran Al
Qur'an. Tidak peduli berapa pun banyaknya harta yang dia miliki, kekayaan, uang
atau kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan meyebabkannya menjadi
terperosok atau sombong. Singkatnya, itu semua tidak akan menjerumuskannya
untuk meninggalkan ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa semua ini adalah nikmat
dari Allah dan jika Dia menghendaki, Dia dapat mengambilnya kembali. Dia selalu
sadar bahwa nikmat di dunia ini hanya sementara dan terbatas. Semuanya adalah ujian
untuknya, dan semua itu hanyalah bayangan dari nikmat yang sesungguhnya di
dalam Surga.
Bagi seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia
ini seperti harta benda, hak milik, dan jabatan hanyalah sarana untuk
mendekatkan diri dan bersyukur kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah pernah
menjadi tujuannya untuk memiliki nikmat di dunia ini, yang dia tahu hanya akan
dia nikmati untuk waktu yang sesaat. Misalnya, salah satu nikmat paling tahan
lama yang dapat digunakan manusia sepanjang hidupnya adalah rumah. Namun rumah
hanya bermanfaat bagi seseorang untuk waktu dua puluh tahun atau paling lama
sepanjang hidupnya. Ketika hidupnya di dunia berakhir, dia akan pergi jauh
meninggalkan rumah yang dicintainya, dihargainya, dan telah dimilikinya dengan
bekerja sangat keras sepanjang hidupnya. Tidak ada keraguan bahwa kematian
menandai perpisahan mutlak antara seseorang dengan nikmat dunianya.
Orang beriman tahu bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari nikmat yang
diberikan kepadanya dan semua itu berasal hanya dari-Nya. Orang beriman
melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk berterima kasih kepada Allah Yang
telah menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan penghargaan dan syukurnya.
Sebagai balasan dari nikmat yang tak terhitung jumlahnya dari Allah, dia akan
senantiasa melakukan setiap usaha untuk bersyukur melalui apa yang dia ucapkan
dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat Allah dan mengingat semuanya dan untuk
berdakwah tentang hal itu kepada orang lain. Berikut ini adalah beberapa ayat
yang berkaitan dengan hal itu:
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu
menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia
memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu
Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (QS Ad
Duha, 93:5-11)
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari
Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di waktu Allah menjadikanmu sebagai
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah
melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka
ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al A’raf,
7:69)
Sebagian orang, sebelum bersyukur menunggu dulu turnunya nikmat tertentu
atau selesainya masalah besar. Padahal, jika mereka berpikir barang sejenak,
mereka akan melihat bahwa setiap saat dalam kehidupan seseorang penuh dengan
nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap saat, nikmat yang tidak terhitung
jumlahnya diberikan kepada kita seperti kehidupan, kesehatan, kecerdasan,
kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita hirup. Sudah seharusnya kita
bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu demi satu. Orang yang lalai dalam
mengingat Allah dan merenungkan bukti-bukti penciptaan-Nya tidak menyadari
nilai nikmat mereka di saat mereka memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan
mereka hanya mengerti nilai nikmat-nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.
Namun orang beriman merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan betapa
besar kebutuhan mereka akan semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa
bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya
bersyukur kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka
mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka bersyukur
kepada Allah atas kesehatan, penampilan yang cantik, pengetahuan, kecerdasan
mereka, atas kecintaan mereka akan iman dan kebencian mereka kepada kekafiran,
atas kenyataan bahwa mereka berada di jalan yang benar, atas keterlibatan
mereka bersama orang-orang beriman dengan sepenuhnya, atas pengertian,
pemahaman dan pandangan mereka, dan atas kekuatan fisik dan rohani mereka.
Mereka segera bersyukur kepada Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau
saat mereka mengatur pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu
yang mereka inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih
sayang dan rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk
disebutkan. Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Jika orang beriman menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahwa nikmat yang
telah dia terima tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah
akan memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Pernyataan Allah dalam
Al Qur'an berbicara mengenai hal ini:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS
Ibrahim, 14:7)
Pada saat yang bersamaan, semua nikmat adalah bagian dari ujian duniawi
bagi manusia. Karena itu, orang-orang beriman, selain bersyukur, juga
menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka sebanyak mungkin dalam
melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi kikir dan menimbun
kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta adalah sifat penghuni
Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di dalam Al Qur'an:
Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,
yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang
berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir. (QS Al Ma’arij, 70:15-21)
Sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang harus diinfakkan oleh
manusia, Allah menganjurkan agar kita memberikan “Yang lebih dari keperluan”
(QS Al Baqarah, 2:219). Merupakan tuntutan ajaran Al Qur'an agar orang beriman
menggunakan sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan mereka sendiri untuk
pekerjaan baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal secara hukum dari
pemberian itu adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh penguasa atau pemimpin
masyarakat untuk dibagikan kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan orang
lainnya sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam ayat mengenai zakat.
Memberikan lebih daripada itu bukanlah merupakan kewajiban, namun sangat
dianjurkan.
Ungkapan syukur orang beriman akan nikmat mereka dengan menggunakan nikmat
yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka pastilah demi meraih
ridha-Nya. Orang beriman bertanggung jawab atas penggunaan apa yang telah
diberikan kepadanya dalam melakukan amal saleh yang telah diperintahkan oleh
Allah. Bersamaan dengan sarana materi yang telah Allah berikan kepada mereka,
orang beriman menggunakan raganya untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk
bekerja di jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih ridha dan ampunan
Allah dan menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka... (QS At Taubah, 9:111)
Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al
Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW melalui pembayaran zakat dan tindakan memberi
dengan ikhlas akan mengentaskan kekerasan, perselisihan, pencurian, dan
tindakan kriminal buruk lainnya yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan,
kekurangan, dan persoalan lain semacam itu. Dengan jalan ini dan kehendak
Allah, kedamaian pikiran dan kesejahteraan akan mencapai tingkatan tertinggi.
Sikap terhadap Keindahan
Karena kesejahteraan, keindahan, dan kecantikan adalah sifat dari Surga,
tiruan hal tersebut di dunia akan mengingatkan manusia akan Surga. Hal tersebut
meningkatkan hasrat dan keinginan besar orang beriman untuk meraihnya. Namun
orang yang tidak beriman merasa cukup dengan hal itu di dunia, dan tidak
tertarik dengan kehidupan setelah mati.
Segalanya—sungai yang mengalir tiada henti, tempat-tempat berpemandangan
indah, taman-taman dengan warna yang menakjubkan, kecantikan manusia, perpaduan
keindahan dan karya seni yang menakjubkan—semuanya adalah nikmat dan kesenangan
dari Allah untuk manusia. Dalam tiap nikmat tersebut dalam kehidupan dunia ini
terdapat petunjuk mengenai ciptaan Allah. Orang beriman akan memandang semua
keindahan di dunia ini sebagai bayangan dari yang sejati (di Surga), dan
sebagai contoh dan pengumuman kabar gembira.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik,
bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri
yang suci, dan mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah, 2:25)
However much the blessings in the afterlife resemble
those in the world, they are superior to earthly blessings in their reality and
in being eternal. Allah has created a perfect Garden endowed with numerous
blessings. A person with the values taught by the Qur'an will ponder the
creation and excellence of the Garden in everything he sees. When he looks at
the sky, he will think of "a Garden as wide as the heavens and the
earth" (Surah Al 'Imran: 133); when he sees beautiful houses, he will
think of "lofty chambers in the Garden, with rivers flowing under
them", (Surat al-'Ankabut: 58); when he sees dazzling jewels, he will
think of the adornments of Garden "gold bracelets and pearls" (Surah
Fatir: 33); when he sees stylish and attractive clothing, he will think of the
clothing of the Garden made of "the finest silk and rich brocade"
(Surat al-Kahf: 31); when he tastes delicious food and drink, he will think of
the "rivers of water which will never spoil and rivers of milk whose taste
will never change and rivers of wine, delightful to all who drink it, and
rivers of honey of undiluted purity" (Surah Muhammad: 15) in the Garden;
when he sees attractive gardens, he will think of the Garden "of deep
viridian green" (Surat ar-Rahman: 64); when he sees attractive furniture,
he will think of the "sumptuous woven couches" (Surat al-Waqi'a:15)
in the Garden.
Sekalipun begitu, banyak nikmat pada kehidupan di akhirat mempunyai
kemiripan dengan yang ada di dunia. Nikmat tersebut jauh lebih besar daripada
nikmat di dunia dalam hal kesejatian dan sifatnya yang kekal. Allah telah
menciptakan Surga yang sempurna disertai dengan nikmat yang sangat banyak.
Dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al Qur'an, seseorang akan merenungkan
penciptaan dan kehebatan Surga dalam segala hal yang dia lihat di dunia. Ketika
melihat ke langit, dia akan berpikir “surga yang luasnya seluas langit dan
bumi” (QS Ali ‘Imran, 3:133). Ketika dia melihat rumah yang indah, dia akan memikirkan
“tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya” (QS Al ‘Ankabut, 29:58). Ketika dia melihat perhiasan yang
berkilauan, dia akan memikirkan hiasan di Surga ”gelang-gelang dari emas, dan
mutiara” (QS Fatir, 35:33). Ketika dia melihat pakaian yang indah dan menarik,
dia akan memikirkan pakaian di Surga yang terbuat dari “sutera halus dan sutera
tebal” (QS Al Kahfi, 18:31). Ketika dia merasakan makanan dan minuman yang
lezat, dia akan memikirkan “sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan
baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai
dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu
yang disaring.” (QS Muhammad, 47:15) di Surga. Ketika dia melihat taman yang
menarik, dia akan memikirkan Surga “(kelihatan) hijau tua warnanya” (QS Ar
Rahman, 55:64). Ketika dia melihat perlengkapan rumah yang menarik, dia akan
memikirkan “dipan yang bertahta emas dan permata” (QS Al Waqi’ah, 56:15) di
Surga.
Alasan cara berpikir seperti ini adalah, bahwa semua hal yang indah di
dunia ini bagi orang beriman merupakan sumber kebahagiaan yang sangat besar dan
kesempatan untuk kebaikan, terlepas dari dia memiliki nikmat tersebut atau
tidak. Pada saat yang bersamaan, nikmat itu merupakan sumber kebahagiaan
penting yang akan meningkatkan kerinduan akan Surga dan usaha untuk meraihnya.
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an tidak akan iri atau
marah ketika melihat seseorang lebih kaya atau lebih menarik daripadanya. Sebagai
contoh, tidak seperti kebanyakan orang, dia tidak akan menyesali bahwa dia
tidak memiliki rumah yang indah, karena salah satu tujuan dasar dari kehidupan
orang beriman adalah untuk meraih yang tidak sementara, melainkan keindahan
yang abadi. Kampung halamannya yang sesungguhnya adalah Surga. Allah mengajak
kita untuk memperhatikan hal ini dalam Al Qur'an:
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari-Nya, ridha
dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. (QS At Taubah,
9:21)
Orang yang menghindari ajaran Al Qur'an tidak menghiraukan kenyataan bahwa
kampung halaman mereka sesungguhnya adalah Surga, sehingga mereka demikian
bernafsu dan lekat dengan kesenangan yang tidak kekal di dunia ini. Tujuan
mendasar mereka adalah: menjadi pusat perhatian dan kekaguman, dihormati dan
dipentingkan karena kemampuan mereka, meningkatkan kekayaan materi mereka dan
menjalani hidup yang indah. Sepanjang hidup mereka, mereka terus mengejar
nilai-nilai dunia yang sifatnya sementara, tidak penting, dan menipu. Melihat
hal-hal baik yang tidak mereka miliki hanya akan meningkatkan kedengkian,
keserakahan, dan kesedihan mereka. Misalnya, mereka tidak senang berada di
rumah yang indah yang bukan milik mereka. Benak mereka dipenuhi dengan pertanyaan
semacam ini, “Mengapa aku tidak sekaya ini?” dan “Mengapa aku tidak memiliki
rumah indah seperti ini?” Bagi orang-orang ini, hal-hal yang indah di dunia
biasanya menjadi sumber kegelisahan, karena untuk bisa menikmati kesenangan
dari hal-hal yang indah, mereka berpikir bahwa mereka harus memilikinya.
Sebaliknya, orang yang hidup sesuai ajaran Al Qur'an mengetahui bagaimana
menghargai hal yang indah, terlepas dari mereka memilikinya atau tidak.
Misalnya, seseorang yang memiliki kesadaran akan iman mungkin (sebagai bagian
ujian untuknya dari Allah di dunia ini) tidak akan tinggal di lingkungan mewah,
bahkan mungkin tidak pernah melihatnya sama sekali. Tetapi dia menyadari bahwa
ada alasan yang jelas akan keadaannya. Orang beriman tahu bahwa dia tidak harus
pergi ke tempat semacam itu untuk melihat keindahan ciptaan Allah. Dengan
pandangan dan pemahamannya yang istimewa ini, orang beriman akan memperhatikan
keindahan penciptaan Allah yang tiada tara di setiap tempat dan setiap saat.
Keindahan bintang di malam hari dan keindahan tiada tara, warna dan rancangan
setangkai mawar adalah dua contoh yang dapat dilihat dan dikagumi setiap orang
setiap hari.
Seperti yang sudah kita bahas, kerinduan yang dirasakan oleh orang beriman
akan Surga menyebabkan mereka mengubah lingkungan mereka menjadi tempat yang
mengingatkan mereka akan Surga. Tentu saja Surga merupakan hasil pekerjaan seni
yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa dibayangkan manusia, dengan
pemandangan sempurna dan keindahan yang tidak dapat dibayangkan oleh seorang
pun di dunia ini. Namun seorang Muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al
Qur'an akan menggunakan semua yang dimilikinya untuk memperindah lingkungan
sekelilingnya. Kita mempelajari dari Al Qur'an bahwa halaman istana Nabi
Sulaiman diberi ubin kaca (QS An Naml, 27:44) dan rumahnya dihiasi dengan
ukiran dan patung-patung, perlengkapan dapur yang besar seperti penampung air
dan kuali masak yang dibuat sangat besar (QS Saba’, 34:13). Dalam Al Qur'an,
Allah juga berfirman bahwa keluarga Ibrahim AS diberikan sebuah kerajaan yang
luas (QS An Nisa’, 4:54)
Dengan jabatan yang tinggi, dan terkadang kekayaan dan kekuasaan yang
sangat besar yang telah diberikan kepada mereka, para rasul Allah menggunakan
semua nikmat mereka sebagaimana yang dituntun oleh Allah dan sesuai dengan
kehendak-Nya. Karena itu, Allah memuji mereka dalam Al Qur'an. Orang beriman
menjadikan semua nabi sebagai teladan dan berusaha—sebagaimana yang dilakukan
oleh para wali (orang yang dekat dengan Allah)—untuk menggunakan nikmat yang
datang kepada mereka untuk meraih ridha Allah.
Tanggapan terhadap Kejadian yang Tampak Buruk
Berbagai macam kesulitan dapat terjadi pada seseorang
sepanjang hari. Namun apa pun kesulitan yang mungkin dia jumpai, orang beriman
menempatkan dirinya dalam genggaman Allah dan berpikir, “Allah menguji kita
dalam segala yang kita lakukan dan pikirkan di kehidupan dunia ini. Ini
merupakan kenyataan penting yang tidak boleh lepas dari pandangan kita. Maka,
ketika kita menghadapi kesulitan dalam apa pun yang kita kerjakan, atau
berpikir bahwa keadaan tidak berjalan dengan baik, kita tidak boleh pernah lupa
bahwa Allah menempatkan kesulitan di jalan kita dalam rangka menguji tanggapan
kita.”
Dalam Al Qur'an, Allah berfirman bahwa setiap kesulitan
yang ditemui seseorang berasal dari-Nya:
Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang
telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia-lah Pelindung kami, dan hanya kepada
Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS At Taubah, 9:51)
Semua yang kita jumpai dalam pengalaman kita telah ditetapkan oleh Allah
dan bermanfaat bagi orang beriman di dunia ini dan di dunia yang akan datang.
Hal ini jelas bagi setiap orang yang memperhatikan dengan iman (Untuk
lengkapnya, lihat Harun Yahya: Seeing
Good in All (Melihat Kebaikan dalam
Segala Hal), Islamic Book
Service, 2003). Misalnya, ada banyak
manfaat di saat orang beriman kehilangan harta yang dia cintai. Dari luar, hal
ini tampak seperti kemalangan. Namun ini dapat menjadi sarana agar seorang
beriman dapat melihat kesalahannya, meningkatkan kewaspadaannya, dan menyadari
bahwa dia harus lebih berhati-hati di tempat-tempat tertentu. Manfaat lain dari
kemalangan semacam ini adalah mengingatkan seseorang bahwa dia tidak memiliki
apa pun; bahwa pemilik segala sesuatu adalah Allah.
Hal ini berlaku dalam setiap hal, besar atau kecil, yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, sebagai akibat kesalahpahaman atau kelalaian
seseorang, pembayaran mungkin dilakukan secara keliru. Pekerjaan yang telah
dengan susah payah dilakukan selama berjam-jam mungkin hilang dalam sekejap
karena putusnya aliran listrik. Seorang pelajar sakit dan tidak bisa mengikuti
ujian masuk universitas, padahal dia telah menghabiskan begitu banyak waktu
untuk mempersiapkan dirinya. Dokumen tidak pernah diselesaikan, sehingga
menyebabkan penundaan. Seseorang yang memiliki janji penting di suatu tempat
mungkin ketinggalan bis atau pesawat… Semua itu adalah macam peristiwa yang
dapat terjadi dalam kehidupan seseorang dan itu tampak seolah kemunduran yang
sulit diselesaikan.
Namun terdapat banyak keindahan dalam peristiwa-peristiwa ini dari sudut
pandang orang yang beriman. Di atas itu semua, orang beriman menyimpan di
benaknya bahwa Allah menguji perbuatan dan keteguhannya, bahwa dia akan mati
dan adalah buang-buang waktu saja jika terus berdiam diri dalam kesulitan
tersebut, karena perhatiannya adalah pada kehidupan setelah mati. Dia
mengetahui bahwa ada benang merah dalam semua hal yang terjadi. Dia tidak
pernah kehilangan semangat. Dia berdoa agar Allah membuat pekerjaannya menjadi
mudah dan membuat segalanya berubah menjadi baik. Dan kemudahan datang setelah
kesulitan, dia bersyukur kepada Allah bahwa Dia telah menerima dan mengabulkan
doanya.
Seseorang yang memulai harinya dengan pikiran semacam itu tidak akan mudah
kehilangan harapan walau apa pun yang terjadi atau menjadi khawatir, ketakutan,
atau merasa putus asa. Jika dia lupa sesaat, dia akan segera ingat lagi dan
kembali kepada Allah. Dia tahu bahwa Allah menciptakan semua ini untuk maksud
yang baik dan bermanfaat. Dan dia tidak akan berpikir demikian hanya jika
sesuatu yang gawat akan segera menimpanya. Sebaliknya, seperti yang telah kita
bahas sebelumnya, dalam segala hal, baik besar maupun kecil yang terjadi kepada
dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, pikirkanlah seseorang yang tidak membuat kemajuan seperti yang
diinginkan dalam sebuah pekerjaan penting. Pada menit terakhir, tepat di saat
dia akan segera menyelesaikannya, dia menemui sebuah masalah serius. Orang
tersebut terbakar dalam kemarahan, menjadi gelisah dan menderita dan melakukan
tanggapan buruk lainnya. Sebaliknya, seseorang yang percaya bahwa ada kebaikan
dalam setiap hal, akan mencoba menemukan apa yang ditunjukkan oleh Allah
kepadanya melalui peristiwa ini. Dia mungkin berpikir bahwa Allah mengajaknya
memikirkan hal ini agar dia lebih berhati-hati dalam masalah ini. Dia akan
melakukan semua tindakan pencegahan yang dibutuhkan dan dia akan bersyukur
kepada Allah bahwa dia mungkin telah dihindarkan dari kerusakan yang lebih
besar melalui tindakan ini.
Apabila dia ketinggalan bis dalam perjalanannya ke suatu tempat, dia akan
berpikir bahwa dengan keterlambatan atau tidak naik ke dalam bis tersebut, dia
mungkin terhindar dari kecelakaan atau malapetaka. Ini hanyalah beberapa
contoh. Dia akan berpikir bahwa terdapat banyak alasan tersembunyi semacam ini
lainnya. Contoh-contoh ini dapat berkali-kali ditemui dalam kehidupan
sehari-hari seseorang. Tetapi hal yang penting adalah: rencana seseorang
mungkin tidak selalu terwujud sesuai dengan yang dia inginkan. Dia mungkin
menemukan dirinya dalam lingkungan yang benar-benar berbeda dengan yang dia
rencanakan. Namun hal itu justru bermanfaat bagi orang yang menempatkan dirinya
dalam genggaman Allah, sehingga dia mencoba untuk menemukan tujuan Allah atas
segala hal yang terjadi padanya. Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sebagai
berikut:
…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:216)
Seperti firman Allah, kita tidak tahu mana yang bermanfaat atau berbahaya;
tetapi Allah tahu. Kita harus bersahabat dan berserah diri kepada Allah, Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dalam kehidupan dunia ini, manusia dapat kehilangan semua yang dimilikinya
dalam sekejap. Dia dapat kehilangan rumahnya dalam kebakaran, modal yang
ditanamnya dalam krisis ekonomi, atau benda berharganya karena kecelakaan.
Allah berfirman dalam Al Qur'an bahwa manusia akan mengalami ujian semacam ini:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah, 2:155)
Allah memberitahu manusia bahwa mereka akan mengalami berbagai macam ujian
dan mereka akan menerima balasan atas kesabaran mereka dalam keadaan sulit.
Misalnya, seseorang kehilangan sesuatu yang dia miliki dan tidak dapat
menemukannya. Kesabaran yang digambarkan oleh Allah dalam Al Qur'an adalah
ketika seseorang menempatkan dirinya sepenuhnya dalam kuasa Allah dan berserah
diri kepada kehendak-Nya, semenjak dia mengetahui bahwa harta bendanya, besar
ataupun kecil, telah hilang. Dia tidak tergelincir dari kenyataan bahwa Allah
telah menciptakan segalanya dan dia tidak membiarkan sikap dan tingkah lakunya
menjadi kehilangan keseimbangan.
Seseorang mungkin menderita kehilangan yang bahkan lebih buruk lagi dalam
satu hari. Misalnya jika seseorang kehilangan sumber nafkah tempat dia
menghabiskan sebagian besar harinya untuk memenuhi kebutuhannya. Kehilangan
seperti ini sangat serius bagi orang yang percaya bahwa masa depannya
bergantung pada hal itu. Banyak orang yang dibesarkan dari masa kecil mereka
dengan gagasan untuk meraih pekerjaan yang baik. Mereka menghabiskan setiap
saat dalam hidup mereka menginginkan pekerjaan yang lebih baik atau kemajuan
dan peningkatan jabatan dalam pekerjaan yang mereka miliki. Maka, jika mereka
kehilangan pekerjaan mereka, hari-hari mereka akan dipenuhi dengan kemurungan
dan kegelisahan, dan hidup mereka, seperti kata pepatah, sudah berada di bawah
roda kehidupan.
Di lain pihak, orang beriman tahu bahwa adalah Allah-lah Yang memberinya
keperluan sehari-harinya dan bahwa sumber nafkahnya adalah untuk tujuan ini
semata-mata. Dengan kata lain, bagi orang beriman, nikmat yang Allah telah
berikan kepadanya hanyalah sebuah sarana. Untuk itu, bila orang beriman
kehilangan sumber nafkahnya, dia akan menerima kenyataan itu dengan kesabaran
dan berserah diri. Dalam keadaan semacam itu, dia akan bersabar dan berdoa dan
menempatkan dirinya dalam kuasa Allah. Dia tidak pernah lupa bahwa Allah
memberikan keperluan sehari-harinya dan Dia dapat mencabutnya kapan saja Dia
kehendaki.
Seseorang yang menjadikan Al Qur'an sebagai pedoman akan segera
mengendalikan pikiran dan tindakannya jika dia kehilangan sumber nafkah,
menderita kesakitan, tidak mampu belajar di sekolah pilihannya, atau keadaan
serupa itu. Dia akan memikirkan apakah tingkah lakunya membuat Allah ridha dan
pikiran sebagai berikut mungkin ada di dalam benaknya:
-
Apakah saya telah cukup bersyukur atas benda, harta, dan kekayaan yang
telah hilang?
-
Apakah saya bersikap buruk dan tidak berterima kasih atas nikmat yang telah
diberikan?
-
Apakah saya lupa akan Allah dan kehidupan setelah mati, terlalu lekat
dengan harta benda dan kekayaan saya?
-
Apakah saya tinggi hati dan sombong karena kekayaan saya dan apakah saya
menjauhkan diri dari jalan Allah dan ajaran Al Qur'an?
-
Apakah saya berusaha agar dikagumi oleh orang lain, bukannya mencari ridha
Allah, atau mencari jalan untuk memuaskan harapan dan keinginan saya sendiri?
Orang yang beriman akan memberikan jawaban yang jujur dan ikhlas atas semua
pertanyaan itu. Berdasarkan jawaban tersebut, dia akan mencoba memperbaiki
tingkah laku yang tidak disenangi Allah dan berdoa agar Allah menolongnya untuk
melakukan itu. Dia akan mendekatkan diri kepada Allah dengan segala keikhlasan.
Dia akan berlindung kepada Allah dari segala kesalahan yang pernah dia perbuat,
dari kelalaian dan kecerobohan. Dalam Al Qur'an, Allah menjelaskan cara orang
yang beriman dalam berdoa:
"…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul. Beri
maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong
kami..." (QS Al Baqarah, 2:286)
Pada saat sedang diuji, seseorang mungkin menderita banyak kehilangan
secara beruntun. Namun orang yang kuat imannya mengetahui bahwa ada alasan dari
apa yang dideritanya. Salah satu hal terpenting dari alasan itu adalah latihan
rohani yang datang bersamaan dengan kesulitan:
…Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan
bersedih hati terhadap apa yang luput darimu dan terhadap apa yang menimpamu.
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Ali ‘Imran, 3:153)
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS Al Hadid, 57:22-23)
Bagi orang beriman, keadaan sulit yang datang berturut-turut sepanjang hari
itu adalah sarana baginya untuk ingat bahwa dia sedang dalam suatu tempat ujian
untuk menjadi lebih dekat kepada Allah, untuk dewasa, dan untuk memeluk ajaran
Al Qur'an. Dia sadar bahwa Allah sedang melatihnya dengan jalan ini dan
mempersiapkannya untuk nikmat tiada akhir di kehidupan yang akan datang.
Sikap terhadap
Penyakit
Seseorang yang sadar akan imannya akan bersabar dan menempatkan dirinya
dalam kehendak Allah kapan pun dia sakit, karena dia menyadari bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah, seperti sadarnya dia bahwa kesehatannya
adalah ujian dari Allah. Dia menyadari bahwa cobaan dan kesakitan adalah ujian
dari Allah seperti halnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kemudahan. Dan memang,
kemudahan justru merupakan cobaan yang lebih serius dan sulit. Karena itu,
bagaimanapun kesulitan yang dihadapinya, dia akan sabar dan terus berdoa dalam
keikhlasan kepada Allah. Dia tahu bahwa adalah Allah Yang menciptakan penyakit
dan dengan demikian adalah Allah Yang akan memberikan kesembuhan. Dalam Al
Qur'an, Allah memuji kesabaran orang beriman selama sakit dan menempatkannya
dalam sifat “pengabdian yang sebenarnya”
…akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
(QS Al Baqarah, 2:177)
Di samping bersabar, orang beriman juga menjalani perawatan yang diperlukan
untuk membuatnya pulih kembali. Dia tidak akan membesar-besarkan apa yang
dialaminya atau bersifat kekanak-kanakan untuk menarik perhatian orang di
sekelilingnya. Dia akan secara sadar menjalani perawatan dan meminum obat yang
disarankan untuk penyakitnya. Perilaku ini sesungguhnya menjadi doa kepada
Allah. Pada saat yang bersamaan dan sebagai hasil dari hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur'an, dia berdoa terus-menerus agar Allah akan menolong dan
menyembuhkannya. Dalam Al Qur'an, Allah menjadikan Ayyub AS sebagai contoh atas
sikap iman ini:
Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang". (QS Al Anbiya’, 21:83)
Harus dikatakan bahwa semua obat yang diminum adalah sarana menuju
kesembuhan. Jika Allah menghendaki, Dia akan menjadikan perawatan tersebut
sebagai sarana penyembuhan. Adalah Allah Yang menciptakan sarana kesehatan yang
digunakan dalam pengobatan—mikroorganisme, binatang, dan bahan tumbuhan—yang
digunakan dalam campuran obat-obatan. Singkatnya, hanya Allah Yang menciptakan
kesembuhan. Dalam Al Qur'an, Allah mengajak kita memperhatikan hal ini melalui
apa yang dikatakan oleh Ibrahim AS:
“… dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Ash Syu’ara’,
26:80)
Akan tetapi, anggota masyarakat kafir akan segera menentang Allah di saat
mereka jatuh sakit. Mereka berperilaku berlawanan dengan kenyataan ayat
tersebut saat mereka berkata, “Mengapa hal seperti ini terjadi padaku?” Orang
yang berpikir dengan cara ini, tidak mungkin dapat menempatkan dirinya dalam
kehendak Allah selama sakit atau menganggapnya sebagai sebuah manfaat.
Sebaliknya, orang yang beriman merenungkan alasan penyakit mereka dan
menganggap itu sebagai sebuah kesempatan yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Sekali lagi mereka menjadi mengerti akan besarnya nikmat
kesehatan dan betapa tidak berdayanya manusia. Bahkan penyakit yang biasa
seperti flu dapat membaringkan orang di atas tempat tidur. Dalam keadaan ini,
bagaimanapun berkuasanya, terhormatnya, atau kayanya seseorang, tidak akan
berdaya dan harus beristirahat dan meminum obat. Dalam keadaan ini, kita
menyadari betapa kita sangat membutuhkan Allah, dan penyakit adalah sarana bagi
kita untuk mengingat nama Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan bagi orang
beriman, setiap penyakit adalah peringatan bahwa dunia adalah sementara dan
kematian dan akhirat adalah sangat dekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar